Tafsir Al-Nahl 123: Perintah Berguru kepada Orang di bawahnya

Tafsir Al-Nahl 123: Perintah Berguru kepada Orang di bawahnya Ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan wamaa kaana mina almusyrikiina (123).

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Setelah Allah SWT menjelaskan beberapa sifat baik dan kelebihan nabi Ibrahim A.S., Tuhan kini memerintahkan nabi Muhammad SAW berguru kepada Ibarahim. "Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan". Tidak ada khilaf, bahwa diri pribadi nabi Muhammad SAW adalah nabi paling utama, paling mulia dibanding nabi-nabi pendahulunya, tapi kenapa Tuhan menyuruh Muhammad SAW berguru kepada nabi Ibrahim A.S?. Ada beberpa pelajaran di sini, antara lain:

Pertama, bahwa berguru kepada orang yang lebih rendah derajatnya (al-mafdlul) itu boleh. Hal itu karena hakekat ilmu, hikmah, kebajikan itu dari Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang dipilih. Bisa dia seorang yang lebih rendah derajatnya dibanding anda, atau lebih tinggi. Bahkan bisa, sang pengantar ilmu itu syetan, seperti Abu Hurairah R.A. yang diberi ijazah baca ayat kursi setiap malam. Ternyata pemberi ijazah itu adalah syetan dan setelah dikonsultasikan kepada Rasulullah SAW, ijazah itu memang benar demikian.

Kedua, ajaran tawadlu', tidak congkak, tidak merasa unggul sendiri. Hal itu karena masing-masing manusia punya kelebihan dan kekurangan sediri-sendiri. Meski dia orang rendahan, tapi pasti punya kebaikan yang tak terlihat. Ulama tempo dulu banyak belajar soal ini. Al-Imam Malik ibn Anas pernah berguru kepada peternak anjing untuk mengetahuhi sifat-sifat anjing termasuk kadar kenajisan air kencingnya. Malik ingin mengkonfrontir antara informasi al-Hadis tentang anjing dengan fakta yang ada di lapangan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Ketiga, pentingnya mengetahui nilai-nilai sejarah umat masa lalu, lalu diambil pelajaran berharga demi kebaikan masa sekarang. Keburukan masa lalu harus tetap diingat sebagai pelajaran, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, bukan untuk diratapi dan ditangisi. Sedangkan kebaikan masa lalu harusnya dilupakan agar terhindar dari sum'ah dan pongah. Selanjutnya berbuat yang lebih baik dari pada yang kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO