Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Tsumma awhaynaa ilayka ani ittabi’ millata ibraahiima haniifan wamaa kaana mina almusyrikiina (123).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Suatu hari, di tengah kerumunan para sahabat, nabi Muhammad SAW bertutur soal kondisi umat islam akhir zaman. Singkat kisah, umatku nanti dikepung oleh musuh-musuh dari berbagai sisi, bagai hidangan yang siap disantap oleh orang-orang lahap yang mengitarinya.
Para sahabat pada merunduk sedih, lalu sebagian ada yang menanyakan: "..am min qillah nahnu ya Rasulallah?" Apa karena jumlah kami sangat minoritas?
Rasul: "Oh tidak, jumlah kalian banyak sekali, kalian mayoritas. Tapi rapuh seperti buih di atas air sesuai kemauan air. "ghutsa' ka ghutsa' al-sail".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Dialog berlanjut hingga pembahasan soal penyebab utamanya, mengapa umat islam yang mayoritas di negeri sendiri menjadi begitu rapuh dan dikuasai oleh minoritas.
Rasul menjelaskan: "Kalian terserang virus WAHAN".
Para sahabat bertanya: "Wahan itu apa ya Rasulallah?"
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Rasul menjawab: "Hubb al-dunya wa karahiyah al-maut". Kalian terlalu senang dunia dan takut kematian".
Tentu banyak syarah pada Hadis ini. Pendapat ulama paling umum adalah, umat islam itu kurang militan, kurang berpegang pada prinsip keimanan, kurang berjihad membela agama secara proporsional dan bijak. Lemah menghadapi nonmuslim, mengalah dan akhirnya tidak disegani oleh lawan.
Sedangkan "hubb al-dunya", umumnya dimaknai bahwa banyak tokoh agama yang suka bermewah-mewah, sehingga lemah dalam dakwah. Malahan mereka mencari makan kepada nonmuslim. Pasti lemah iman dan lemah prinsip. Itulah yang dikhawatirkan Nabi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News