Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Innamaa ju’ila alssabtu ‘alaa alladziina ikhtalafuu fiihi wa-inna rabbaka layahkumu baynahum yawma alqiyaamati fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuuna (124).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Yang akan kami tulis ini bukan untuk memprovokasi, tapi untuk bahan renungan bagi mereka yang punya akal sehat dan nurani bersih. Utamanya pada bulan suci Ramadhan, untuk apa menebar kehasudan, justru tak baik menebar kebencian. Namun tidak berarti harus tutup mulut dalam saling ingat-mengingatkan, demi kebaikan.
Enak umat nasrani, hari Minggu adalah hari libur total sehari dan semua kegiatan memang diliburkan secara resmi oleh pemerintah kita. Dengan demikian, kawan-kawan nasrani bisa beribadah seleluasa mungkin, sekhusyu' mungkin di gereja masing-masing tanpa ada gangguan apapun. Besar-kecil, tua-muda, laki-perempuan bisa tumplek blek menyatu dalam satu tempat ibadah yang dikehendaki.
Tidak begitu bagi umat Islam saat melaksanakan ibadah Jum'ah. Hari Jum'ah bukanlah hari libur, melainkan hari efektif, hari kerja biasa, di mana kaum muslimin tertentu tetap terikat oleh kewajiban melaksanakan tugas di tempat masing-masing. Yang kerja di kantor, di bank, di perusahaan dan lain-lain tetap wajib masuk kerja seperti biasa.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Karena persoalan wajib masuk kerja ini, maka para pegawai dan para pekerja rela shalat Jum'ah di mushallah atau masjid kantor, di masjid perusahan sehingga terpental dari masyaratnya di kampung maupun di RW-nya. Maka sudah bisa dipastikan, ada beberapa orang yang tidak pernah bisa shalat Jum'ah bersama masyarakatnya, di mana mereka hidup sehari-hari bertetangga dan bercengkerama.
Baru bisa shalat Jum'ah bareng, manakala hari Jum'ah pas tanggal merah. Hal demikian sungguh tidak pernah dirasakan, tidak pernah menimpa umat nasrani. Oleh karena itu, adanya masjid di kantor-kantor, di perusahaan di Mall dan sebagainya bukanlah bentuk pemanjaan terhadap umat Islam, apalagi diskredit bagi pemeluk agama lain, tapi sebuah sikap ngalah bagi umat Islam hingga rela shalat Jum'ah di tempat sempit dan kurang nyaman, di banding dengan di masjid kampung sendiri yang lega, nikmat dan guyub.
Maka benar sekali pak wakil presiden, HM. Yusuf Kalla ketika diprotes soal adanya masjid di kantor-kantor, tapi tak ada gereja di sana. Jawab beliau: "Oke, kalau begitu, kita tukar saja hari libur nasionalnya. Tidak hari minggu, tapi hari Jum'ah. Nanti akan kita buatkan gereja di kantor-kantor". Wapres kita ini cukup berprinsip dan militan. Beruntung umat Islam di"wapresi" beliau, sehingga kebencian terhadap Islam bisa sedikit diredam.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News