JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kabupaten Jombang mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendy merevisi Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang hari sekolah.
Desakan ini bukan tanpa alasan. Ketua ISNU Jombang, Abdul Hannan Majdy menilai, kebijakan sekolah 5 hari seperti yang tercantum dalam Permendikbud tersebut akan mengurangi jatah pembelajaran di Pondok Pesantren (Ponpes).
Baca Juga: Tafsir Al-Isra 7: Sarjana Itu Menyobek Ijazahnya Sendiri
“Warisan lembaga pendidikan nusantara kita, yaitu pesantren dan madrasah diniyah akan dikurangi jatah proses pembelajarannya melalui kebijakan FDS itu, makanya kami menyayangkan hal itu,” ujar pria yang akrab disapa Gus Hanan ini.
Pengasuh Ponpes Annajiyah Bahrul Ulum Tambakberas ini juga menyinggung kebijakan Mendikbud yang kurang mengakomodir lembaga pendidikan Ponpes dan madrasah. “Untuk itu, kami mendesak Mendikbud segera merivisi dan membatakan Permendikbud itu,” tandas Gus Hanan.
Terpisah, pernyataan tidak jauh berba disampaikan Ahmad Faqih, Ketua Pergunu Kabupaten Jombang. Ia mengatakan, hingga kini masih banyak sekolah dan wali murid yang secara ekonomi, kesulitan untuk menyediakan biaya makan siang bila harus mengikuti kegiatan Full Day School (FDS) sampai sore hari. Belum lagi banyak peserta didik yang mengikuti pendidikan ganda. Yaitu pagi belajar di sekolah formal, dan sore hari belajar di madrasah diniyah, TPQ, les, kursus dan lainnya.
Baca Juga: Komisi E Dorong Penguatan Peran Madrasah Diniyah
“Bahkan, banyak di antara peserta didik sekolah formal, di mana di sore hari, mereka bekerja untuk membantu orang tuanya untuk misalnya menjaga adiknya, menjaga toko, menggembala ternak, dan lainnya. Tentu kebijakan 5 hari sekolah sangat tidak bijak bagi mereka,” katanya kepada Bangsaonline.
Gus Faqih pun mendesak agar Mendikbud merevisi kebijakan tentang sekolah 5 hari, agar tidak dipaksakan sebagai keharusan untuk semua lembaga pendidikan dan di semua wilayah NKRI. “Tapi sekadar bersifat opsional atau pilihan sesuai dengan kriteria dan persyaratan tertentu berdasarkan situasi, kondisi dan lokasi serta kearifan setempat,” lanjutnya.
Menurut Gus Faqih, akan sangat ideal sebagai upaya dukungan perbaikan dan penguatan kualitas karakter peserta didik, apabila setiap sekolah yang akan menerapkan model 5 hari sekolah dipersyaratkan agar seluruh peserta didiknya terdaftar terlebih dahulu di salah satu lembaga pendidikan agama. Seperti madrasah diniyah atau Taman Pendidikan Al-Qur’an.
Baca Juga: Warga NU di Tuban Tolak FDS Lewat Baliho
“Begitu pula bagi daerah yang akan menerapkan model 5 hari sekolah dipersyaratkan terlebih dahulu mengalokasikan anggaran bantuan operasional dalam jumlah yang memadai untuk lembaga pendidikan agama seperti madrasah diniyah atau TPA dalam APBD-nya. Hal ini sebagai insentif dan wujud nyata dukungan terbentuknya kolaborasi dan kerjasama sinergis antara sekolah dan lembaga pendidikan agama dalam perbaikan dan penguatan kualitas karakter peserta didik,” pungkasnya. (rom)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News