SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sempat menjadi polemik di masyarakat, pemerintah pusat membatalkan kewajiban penerapan Full Day School (FDS) atau lima hari sekolah dalam sepekan. Pasalnya, dengan penerapan sekolah lima hari itu akan berdampak pada makin panjangnya jam belajar. Siswa yang biasannya siang hari sudah kembali ke rumah, bisa sampai sore berada di sekolah karena bertambahnya jam belajar di sekolah.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Abdul Halim mengaku bersyukur akhirnya pemerintah membatalkan kewajiban penerapan sekolah lima hari tersebut. Karena kalau itu tetap dipaksakan akan mengancam keberadaan madrasah diniyah atau Madin. Sebab, jam belajar-mengajar madin itu siang hingga sore hari atau setelah anak-anak pulang dari sekolah umum.
Baca Juga: Tafsir Al-Isra 7: Sarjana Itu Menyobek Ijazahnya Sendiri
“Alhamdulillah, kewajiban Full Day School dibatalkan. Keputusan pemerintah menyerahkan penyelenggaraan sekolah 5 hari atau 6 hari sudah tepat, karena tiap daerah memiliki karakteristik berbeda. Kalau di Jawa Timur lebih pas sekolah 6 hari seperti biasa. Dengan begitu, anak-anak bisa belajar di madin sepulang sekolah,” tutur politikus berlatar advokat ini, Senin (11/9).
Halim berharap, setelah penerapan kewajiban Full Day School dibatalkan, peran madrasah diniyah justru harus diperkuat. Dengan begitu, sumber daya manusia yang berilmu dan berakhlak bisa tercipta. Karena ilmu pengetahuan tanpa ditopang ilmu agama akan membuat hidup menjadi timpang.
“Saat ini justru yang harus dilakukan adalah memperkuat peran madrasah diniyah, terutama di Madura yang kultur masyarakatnya sangat religius,” tandas politikus muda Gerindra ini.
Baca Juga: Warga NU di Tuban Tolak FDS Lewat Baliho
Halim mengungkapkan di Madura yang merupakan daerah pemilihannya tersebar ratusan hingga ribuan madrasah diniyah. Karena itu, eksistensi madin harus main diperkuat. Baik itu dari kesejahteraan guru, maupun sampai ke infrastruktur dan fasilitasnya.
Mantan pengurus Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Bangkalan ini mengakui, Pemprov Jatim telah memberi perhatian lewat program Bosda Madin. Program itu sangat membantu eksistensi madin, terutama untuk operasional madrasah diniyah. Namun APBD Jawa Timur belakangan defisit, padahal kebutuhan untuk penguatan dan peningkatan mutu madin masih jauh dari cukup. Karena itu, Halim berharap peran serta Pemkab, swasta dan masyarakat dalam peningkatan kualitas madin.
“Bisa saja sumber pendanaan berasal dari Corporate Social Responbility (CSR). Apalagi di Madura banyak beroperasi perusahaan migas dalam skala besar, beberapa merupakan perusahaan multi nasional. Karena itu, tak berlebihan kalau mereka memberikan dana CSR untuk meningkatkan mutu madin. Karena mereka sudah mendapatkan keuntungan yang tak sedikit dari ekplorasi minyak dan gas di Madura,” tegas alumni Pondok Pesantren Sukorejo, Situbondo ini. (mdr)
Baca Juga: Tolak FDS, Mahasiswa PMII Luruk Pemkot Mojokerto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News