Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Jika pada cara al-hikmah, Rasulullah SAW lebih berorientasi pada dakwah bi al-hal atau perbuatan nyata sebagai jawaban, percontohan atau pembelajaran, sedangkan cara jidal (diskusi) lebih pada argumen dan kebenaran, maka semestinya KPK dalam menghadapi hak angket (menyelediki) DPR tidak perlu kelepekan. Biasa saja, layani saja, hadapi saja. Kalau KPK benar-benar bersih dan benar-benar BENAR, tidak perlu resah dan cengeng.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Semua rakyat pasti mendukung dan menghormat kerja pemberantasan korupsi, tidak diragukan lagi dan jangan diragukan atau diragu-ragukan. Ya, karena itu ibadah dan tugas mulia. Yang dirasakan rakyat, KPK yang selama ini super bodi, tidak pernah ada satu kekuatan pun yang menjamah dirinya, KPK merasa dirinya mesti terus dibela rakyat, dimanjakan dan dielu-elukan.
Ingatlah, sanjungan itu membusungkan, buaian itu melenakan dan ayunan itu melelapkan. Seperti lazimnya anak manusia, tidak mustahil andai ada oknum KPK juga melakukan kesalahan, kelalaian, karena mereka juga manusia, bukan Nabi dan bukan malaikat. Sayangnya, KPK selama ini terlanjur "anak MAMA" yang mesti dibenar-benarkan terus.
Di sini, perlu pembelajaran menyeluruh agar rakyat pintar dan makin cerdas melihat segala sesuatu. Selama ini, rakyat sangat pintar, cerdas dan jeli melihat persoalan, termasuk semua lembaga negara. Cerdas dan bertanda-tanya serta tidak apriori. Melihat kerja pemerintah, DPR, DPD, melihat polisi, pengadilan, kejaksaan, Mahkamah, MK, acapkali rakyat menganggap miring, bahkan negatif, dan itu semua hasil kerja pers, informasi dan penyiaran, baik televisi maupun media lainnya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Rakyat tiba-tiba begitu dungu dan terbuai saat di depannya disebut kata "KPK". Seolah hati mereka terpenuhi cahaya malaikat, pikirannya mandek, lisannya mengalir pujian dan tangannya siap mengepal menghancurkan siapa saja yang mencoba menyentuh. Termasuk beberapa ilmuwan dan pakar, apalagi sekadar penyanyi dan pengamen. Sedikit saja KPK disentuh, sontak tuduhan dan teriakan "itu melemahkan KPK, kita bela KPK, dst".
Ketahuilah, DPR adalah satu-satunya lembaga negara yang berhak mengawasi kerja KPK. Di sini, sifat auditnya hanya audit kinerja. Maksudnya, DPR punya tugas melekat wajib mengontrol kinerja KPK. Jika tidak DPR, lalu siapa?
Selama ini, KPK kayak "Tuhan" yang mutlak dan bebas menentukan dan memutuskan perkara, bebas memperkarakan si B dan tidak memperkarakan si A.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Persoalan apakah hak angket itu bisa diterapkan kepada selain presiden dan sebagainya, itu debatable. Yang pasti dan harus dimengerti oleh rakyat adalah bahwa DPR itu hanya mengangket kinerja, apakah kerja KPK itu sudah adil, sudah jujur, tidak pilih kasih, apakah sudah atas dasar fakta yang benar, apa tidak ada pengondisian saksi, apa tidak ada intimidasi, apakah bersih dari uang suap, apa tidak ada pesanan kepentingan dan lain-lain. Inilah yang akan diselidiki (angket) oleh DPR.
Ini semua demi mendukung agar kinerja KPK ke depan lebih bagus dan lebih bersih. Apakah ini berarti dugaan ada aroma "busuk" dalam diri KPK? Ya, dan itu sudah lama sekali. Hanya saja tidak cukup kuat secara hukum dan tidak cukup berani mempersoalkan ini semua. Ya itu tadi, KPK kan "anak mama", maka siapa saja yang memersoalkan KPK, maka pasti dimusuhi rakyat. Sementara yang lain, sekelas presiden-pun tidak seperti itu.
Kini rakyat sedang dikibuli oleh media, oleh komentator miring bahwa setiap ada perkara menyangkut KPK mesti dituduh melemahkan. Sungguh ini ujaran HOAX yang menyesatkan. Mestinya ini juga bisa dijerat oleh undang-undang ITE. Perlu diketahui, harus dibedakan antara melemahkan dan menyelidiki.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Melemahkan KPK itu harus mengubah undang-undang. Seperti mau mengurangi kewenangan KPK dalam menjalankan tugas, tidak bisa langsung dilarang, melainkan harus diubah dulu undang-undangannya. Sedangkan hak angket itu hanya menanyakan, menyelediki, apakah kinerja KPK itu sudah benar atau belum. Hanya itu dan hanya itu, tanpa punya punya kewenangan tindakan apa-apa dari DPR.
Baru saja mau dipersoalkan kinerjanya, hal mana selama ini los-losan tanpa pengawasan berarti, eh KPK sudah kelepek-kelepek dan kepo. Hadapi saja, datang saja, jawab saja, buktikan saja kebenaran kinerja anda. Kalau bersih, kenapa harus takut?
Lha wong kepolisian dipanggil DPR selalu datang, kejaksaan juga datang, MK juga datang, MA juga datang, KY juga datang, kok KPK malah berulah. Kecongkakan KPK tidak mau diselidiki kinerjannya ini menimbulkan banyak tafsir. Maka, jangan salahkan bila ada rakyat yang bertanya, ada apa di tubuh KPK.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Wajib dipahami, bahwa KPK itu lembaga indepeden, tidak boleh dipengaruhi siapa pun, pertanggung-jwabannya kepada rakyat, termasuk di dalamnya presiden, DPR dan BPK. DPR sendiri punya tugas mengawasi dan hak menyelidiki.
Dengan adanya hak angket yang dilakukan DPR, sesungguhnya ini era baru khususnya bidang pengawasan, hal mana selama ini tidak pernah ada yang mempersoalkan kerja KPK. Good Government mestinya mendukung langkah ini, karena tujuannya adalah meningkatkan kinerja KPK lebih bagus dan bersih. Soal ada kekurangan dan debatable soal aturan, bisa dimaklumi, tapi jangan sampai menggagalkan niat baik tersebut. Kita semua ini bangsa Indonesia yang sama-sama bermaksud baik, bukan saling menjegal.
Lihatlah, setelah pansus hak angket membuka diri dan memanggil beberapa orang yang pernah bersangkutan dengan KPK, maka banyak masukan diperoleh. Yang nyata adalah, hasil audit resmi BPK tentang pembelian rumah sakit Sumber Waras zaman Ahok dulu terindikasikan kerugian negara sekian-sekian. Tapi KPK hingga kini diam dan diam. Tapi soal kecil yang hanya jutaan, langsung disergap dan dijebloskan. Diduga, begini ini banyak. Inilah yang membuat DPR begerak mengangket KPK. Andai apa yang dilakukan DPR itu dianggap salah, paling salah syari'ahnya, sementara hakekatnya benar.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News