Hanura: Menteri Kabinet Jokowi Harus Lepaskan Jabatan Ketum-Sekjen Partai

Hanura: Menteri Kabinet Jokowi Harus Lepaskan Jabatan Ketum-Sekjen Partai Soliditas partai koalisi pendukung Jokowi Widodo tampaknya bakal pecah jika ketum dan sekjen partai harus melepaskan jabatan ketika jabat menteri. Paling tidak, PKB sudah mengisyaratkan menolak ide tersebut. Foto: laskarjokowi.com

JAKARTA(BangsaOnline)Partai menyambut baik wacana dari Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) bahwa menteri harus lepas jabatan di partai politik. Wacana ini dinilai sebagai sebuah terobosan yang baik bagi pemerintahan Jokowi-JK.

Ketua DPP Yuddy Chrisnandi mengatakan, menteri hak prerogatif presiden. Apapun syarat yang diberikan presiden, partai politik harus mengikuti.

"Jadi kalau ada ketum, sekjen yang ingin jadi menteri ya tidak apa-apa. Yang penting diperlukan dan diminta, ketika dilantik harus lepas jabatan menteri," ujar Yuddy saat dihubungi wartawan, Selasa (12/8).

Yuddy menjelaskan, selama ini yang terjadi pemerintahan selalu mengakomodir unsur partai di kabinet. Hal ini yang dicoba oleh Jokowi-JK untuk tidak dilakukan dalam pemerintahan yang baru.

"Karena selama ini pemerintah selalu mengakomodir unsur partai di kabinet baik ketum maupun pejabat lain yang mengakibatkan penurunan kinerja pemerintahan di tahun politik. Misalnya satu tahun menjelang pemilu kerja menurun karena mereka sibuk atur daftar caleg, sibuk kampanye, padahal di masa-masa akhir pemerintahan butuh energi besar untuk bisa mencapai prestasi rakyat," terang dia.

Dia menilai, para menteri akan sulit untuk bersikap profesional jika masih menjabat di struktur partai politik. Dengan wacana Jokowi ini, dia yakin pemerintahan akan berjalan efektif.

"Walau bagaimana pun juga fokus akan lebih baik. Daripada mengerjakan beberapa hal. Menteri harus menjadi pelayan rakyat baik dengan tidak memiliki kepentingan perhatian lain sehingga sasaran pembangunan lebih efektif," jelas dia.

" menghargai gagasan Jokowi. Kami tidak pada posisi melakukan bargaining dalam fatsun politik Jokowi tersebut. Karena dari awal tidak ada perjanjian apapun. Kita harus ikhlas kepada Jokowi dalam menyusun kabinet dan memilih menteri," pungkasnya.

Yuddy pun menilai, partai pendukung Jokowi-JK seperti , , NasDem bahkan PDIP harus ikhlas dengan wacana Jokowi itu. Sehingga, hal seperti ini tak perlu dibesar-besarkan, sebab soal menteri adalah hak penuh Jokowi-JK.

"Partai-partai harus ikhlas dan siap terhadap fatsun politik yang dikeluarkan Jokowi. Termasuk kalau beliau memberi syarat menteri tidak rangkap jabatan dengan parpol. Ini bukan sesuatu yang harus dipolemikan. Bukan juga perlu ditawar menawar," tegas dia.

Mantan politikus Golkar ini minta semua pihak hormati keputusan Jokowi. Ketika Jokowi meminta nama untuk menteri kepada parpol, kata dia, orang itu harus siap lepas jabatan dari partai.

"Kita hormati saja kebijakan pak Jokowi. Sekiranya nanti Pak Jokowi meminta parpol mengusulkan nama-nama menteri di kabinetnya, maka parpol harus siap memberi nama yang tidak lagi menjadi pengurus," imbuhnya.

Seperti diberitakan, Jokowi mengaku masih menggodok calon-calon menterinya. Dia akan memilih menteri dari partai asalkan setelah ditunjuk jadi menteri melepaskan jabatannya dari parpol.

"Masih digodok tapi saya ingin yang jadi menteri lepas dari parpol," kata Jokowi usai rapat di Kantor Transisi Jakarta, Sabtu (9/8).

Baca Juga: Anggota Fraksi PKB DPRD Kabupaten Mojokerto Gelar Reses di Desa Kintelan

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa () tetap menginginkan adanya profesional partai politik dalam kabinet yang tengah dirancang calon presiden dan calon wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla. Adanya pengurus parpol dapat menjaga stabilitas roda pemerintahan yang didukung parlemen.

"Ketua umum dan pengurus parpol tidak boleh menjabat di kabinet adalah tidak relevan dengan cita-cita mengawal stabilitas pemerintahan karena stabilitas pemerintahan ditentukan oleh solid dan tidak dukungan di parlemen," kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP , Fathan Subchi, di Jakarta, Senin (11/8).

Apalagi, kata dia, sistem pemerintahan yang berjalan akhir-akhir ini pada praktiknya semi parlementer, kendati sejatinya presidensial. Kenyataan itu bisa membuat program-program unggulan pemerintah, khususnya usulan APBN dan RAPBN, sangat mudah diganjal di parlemen.

"Di situlah peran parpol dan parlemen sangat menentukan."

"Yang 'punya' parlemen adalah parpol, remote-nya ada ketum parpol dan fraksi di parlemen," tambahnya.

Sebaliknya, Fathan menilai orang nonparpol tidak punya kekuatan dan pengalaman politk dan justru nantinya secara politk akan membebani presiden dan wakil presiden terpilih. "Jangan sampai pemerintahan ke depan hanya berisi hiruk pikuk politik tanpa mengimplementasikan program-program unggulan pemerintah karena bisa juga disandera oleh kepentingan politik dan parlemen," tegasnya.

Fathan menerangkan, telah membuktikan komitmen berkoalisi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu juga komitmen dukungan terhadap Jokowi-JK untuk menyukseskan pemerintahannya sampai selesai.

"Kami sudah buktikan mendukung pemerntahan SBY 10 tahun, suka dan duka tetap dukungan itu solid, penuh komitmen, dan tanggung jawab sampai akhir pemerintahan SBY. menunjukkan contoh koalisi yang benar, tidak pernah mengkhianati dan tidak mencla-mencle," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO