SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Di tangan Tari (24) dan Gigih (26), barang remeh disulap mejadi komoditi layak jual.
Daun, akar-akaran dan serutan pensil biasa dianggap masyarakat umum sebagai barang yang tidak memiliki harga jual. Bahkan banyak pula yang langsung membuang barang tersebut dan menganggapnya sebagai sampah.
Baca Juga: Suvenir G20 Pilihan Presiden Joko Widodo: Radio Kayu Tipe Klasik Modern
Namun lain halnya dengan Tari dan Gigih yang memiliki passion yang sama di bidang kesenian teater. Ia memanfaatkan barang-barang tersebut menjadi barang yang berharga dan memiliki harga jual di pasaran.
Kesukaan Tari memakai aksesoris baik kalung dan gelang merupakan rangsangan awalnya untuk membuat aksesoris sendiri. "Awalnya memang suka memakai aksesoris, kemudian saya berpikir, kenapa tidak membuat aksesoris sendiri sesuai dengan keinginan sendiri," tutur Tari saat ditemui Bangsaonline.com. Selanjutnya, dia mulai menciptakan aksesoris dengan bentuk barang yang diresin.
Resin sendiri merupakan zat kimia tanpa bentuk yang biasa digunakan bahan untuk membuat lem dan pernis. Di tangan Tari dan Gigih, resin tersebut digandengkan dengan bahan-bahan seperti daun, akar-akaran sampai serutan pensil dijadikan aksesoris kalung. "Sekarang kami tengah mengerjakan kalung resin yang berisi puntung rokok dan korek api" tambah Tari.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga di Kediri Sukses Sulap Gelas Plastik Bekas Jadi Tempat Tisu dan Aneka Suvenir
Sama halnya dengan serutan pensil, puntung rokok dan korek api biasa dibuang setelah digunakan dan bahkan dibuang sembarangan. Bagi Tari, barang-barang tersebut sebenarnya masih bisa digunakan dan dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti aksesoris. Demikian salah satu yang menjadi motivasi Tari dan Gigih untuk memproduksi barang resin.
Toko Impian juga memproduksi aksesoris berupa kalung botol yang berisi berbagai macam barang, seperti beras, buah, sampai kapal kertas. "Masing-masing isi dari botol tersebut memiliki filosofinya sendiri," tutur Tari.
Menurutnya, kapal adalah transportasi air yang biasa digunakan berpergian jauh. Kapal sendiri mengajarkan seberapa jauh kita pergi, jangan sampai lupa untuk pulang.
Baca Juga: Berbahan Kaos Kaki Bekas dan Klobot, Ibu-ibu PKK Ngampelsari Buat Decoupage Dompet hingga Boneka
Dalam proses kreatif, Tari dan Gigih biasa melakukan riset dan observasi baik melalui orang lain maupun lingkungan terdekatnya. Sebelum menciptakan ide, mereka berdua juga melakukan pengembangan atas diri dan lingkungan. Sehingga produk yang dihasilkan dapat mewakili dirinya dan orang lain.
Di samping membuat aksesoris kalung, Toko Impian juga memproduksi tas dengan sablon cukil, serta menerima jasa desain grafis dan reseller buku. "Tas cukil kami bergambar perempuan yang sedang mencetak tanah liat menjadi gerabah, dengan tulisan Kapan Makarya?," jelas Tari. Kata "Kapan Makarya?" menurut Tari, merupakan siratan sebagai ajakan kepada orang lain untuk mengembangkan diri dan berkarya.
Sampai saat ini Toko Impian dapat ditinjau melalui akun instagram dengan nama @toko.impian. "Produk yang dapat dihasilkan dalam satu bulan memang tidak menentu, karena produk yang kami sajikan berangkat atas diri kami sendiri lalu melakukan observasi, riset dan eksperimen sehingga produk kami murni ide kreatif," tambah Tari yang merupakan alumni mahasiswa psikologi Unesa.
Baca Juga: Satgas TMMD ke-110 Berikan Bantuan Modal dan Pemasaran ke Warga Harjomulyo Jember
Sedangkan produk-produknya memiliki harga kisaran 25 - 100 ribu rupiah. Tari yang sedang bekerja sebagai terapis untuk anak-anak autis ini, berharap lebih serius lagi dalam mengembangkan Toko Impian. Bagi dirinya, makarya atau berkarya sudah layaknya makan yang menjadi kebutuhan pokok dan harus terpenuhi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News