Hakim PN Surabaya Sarankan Korban Sipoa Gugat Secara Perdata

Hakim PN Surabaya Sarankan Korban Sipoa Gugat Secara Perdata

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali melanjutkan sidang kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Budi Santosa dan Ir Klemen Sukarno Candra, Kamis (16/8/2018).

Sidang yang dipimpin hakim I Nyoman Sosiawan ini mendatangkan 11 pembeli Apartemen Royal Avatar World yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi.

Di persidangan, 11 saksi mempunyai keinginan yang berbeda. Sebagian tetap menginginkan terdakwa dipidanakan, namun sebagian saksi lainnya justru mengutarakan keinginannya agar uangnya dikembalikan.

Sebelas saksi pembeli apartemen RAW yang diperiksa adalah 1. Lulu Lesmana, 2. Venny Anggraeni, 3. Eki Kartika Sani, 4. Diana Rakhmawati. 5. Feny Sadikin, 6. Lilik Hermin, 7. Joe Kian Hok, 8. Ratna Inanik, 9. Vinny Lestarie dan 10. Linda Theresia, serta 11.Teguh Wibowo Sulayman.

Perpecahan itu terjadi menjelang berakhirnya persidangan, saat Ketua Majelis Hakim Wayan Sosiawan meminta tanggapan saksi 11 yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmat Hari Basuki dari Kejati Jatim.

"Kalau saudara-saudara saksi masih ingin uangnya kembali, silakan gugat perdata, kalau pidana hanya menghukum perbuatan, tapi kalau mau uangnya kembali ya harusnya gugat perdata," kata Hakim Ketua Wayan Sosiawan.

Mendengar jawaban seperti itu, para saksi sontak saling melihat antara satu dengan lainnya.

Usai sidang, Franki Desima Waruwu SH M.Hum didampingi Andry Ermawan kuasa hukum Budi Santosa dan Ir Klemen Sukarno Candra mengatakan, kesaksian pada sidang kali ini menguntungkan kliennya.

Menurutnya dari keterangan saksi di persidangan, terungkap fakta bahwa perkara ini merupakan perkara perdata yang berawal dari adanya perjanjian tertulis antara customer dengan pihak PT Bumi Samudra Jedine.

"Kedua belah pihak terikat dengan syarat perjanjian. Berarti secara tidak langsung majelis sudah mengakui perkara ini bukan pidana, melainkan murni perdata," ucapnya.

Di akhir wawancaranya, Franki sempat melontarkan keluh kesahnya terkait sikap penyidik Polda Jatim yang mempersulit pihaknya sebagai penasihat hukum terdakwa untuk bertemu dengan kedua kliennya.

Padahal, kata Franki, kebebasan pihaknya untuk bertemu dengan kliennya diatur dalam Pasal 70 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa penasihat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

"Makanya kami tadi minta kepada majelis hakim untuk dikeluarkan penetapan. Namun permintaan kami tadi masih belum disetujui. Majelis hakim hanya bersedia mengeluarkan surat pengantar untuk bertemu dengan para terdakwa setiap waktu," pungkasnya. (ana/ian)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO