JAKARTA(BangsaOnline)Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengajak seluruh bupati dan wali kota yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) berdemonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia pada Kamis, 11 September 2014.
Ridwan mengajak bupati dan wali kota berunjuk rasa seusai Rapat Koordinasi Nasional Luar Biasa Apkasi dan Apeksi di Hotel Grand Sahid. "Bubar dari sini, kita jalan kaki ke Bundaran HI. Kita unjuk rasa," ujar Ridwan Kamil saat berpidato dalam rapat tersebut.
Baca Juga: PKS Jatim Sulap 1.040 RKI Jadi Posko Pemenangan Khofifah-Emil
Rapat Apkasi dan Apeksi kali ini membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang salah satu pasalnya mengubah tata cara
pemilihan pemimpin daerah. Pemilihan langsung oleh rakyat hendak diubah menjadi
pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Ridwan, unjuk rasa ini dilakukan untuk menunjukkan kepada rakyat
Indonesia bahwa seluruh bupati dan wali kota menolak pilkada lewat DPRD.
"Izin demo sudah diurus," ujarnya.
Selepas dari Bundaran Hotel Indonesia, Ridwan berniat melanjutkan unjuk rasa ke
Istana Negara atau gedung DPR. Namun ajakan Ridwan tidak disetujui oleh semua
bupati dan wali kota. Salah satunya adalah Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N.
Herman mengatakan akan lebih elegan apabila mereka langsung mendatangi Presiden
dan DPR.
Dalam pembahasan RUU Pilkada, ada enam fraksi yang tidak menyetujui pilkada
langsung, yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Keadilan Sosial, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. Partai
Demokrat sebagai partai pemerintah menolak pilkada langsung dengan alasan
penghematan anggaran dan menghindari politik uang.
RUU Pilkada merupakan usul pemerintah untuk menggantikan aturan lama dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Pemerintah Daerah. RUU ini sudah digodok di DPR sejak 2012. DPR
menargetkan pengesahan RUU itu pada akhir bulan ini atau bulan terakhir masa
kerja anggota parlemen periode 2009-2014, sebelum pelantikan anggota DPR
periode 2014-2019, 1 Oktober 2014.
Baca Juga: Gelar Flashmob, Cara Unik PKS Kabupaten Kediri Kampanyekan Jagonya
Yang menarik, euforia masyarakat soal mundurnya Ahok dari Gerindra ikut menyinggung Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil.
Salah satu pengguna akun Twitter, @henkychrist iseng bertanya dengan me-mention akun Twitter milik Ridwan Kamil, @ridwankamil. Pemilik akun itu bertanya apakah Ridwan Kamil berani untuk mundur dari Partai Gerindra terkait Pilkada langsung.
Tokoh yang kerap disapa Emil ini pun meminta agar sebelum bertanya supaya dicek dulu kebenarannya. "sblm tanya, coba dicek faktanya dulu mas," kata Emil menjawab pertanyaan @henkychrist.
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
Emil juga menjawab pertanyaan pengguna akun lain mengenai tanggapannya soal RUU Pilkada. Dengan tegas, Emil mendukung Pilkada yang dilakukan secara langsung dipilih masyarakat. "sy pro pemilihan langsung. sy org biasa yg jd produk pemilihan langsung," katanya menegaskan.
Dalam Pemilihan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil dan pasangannya, Oded M Danial, memang diusung dari Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, Ridwan Kamil pernah membantah jika dirinya merupakan kader PKS dan Partai Gerindra.
Sementara Ketua
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat Hidayat Nur Wahid
mengatakan partainya akan memberi sanksi kepada kader yang menolak pemilihan
kepala daerah lewat DPRD. Sanksi yang diberikan bisa sampai pemecatan sebagai
anggota partai.
"Bisa dibayangkan, Golkar saja memberikan sanksi (pemecatan), apalagi
PKS," kata Hidayat ketika ditemui di kompleks parlemen Senayan, Rabu, 10
September 2014. Dia menuturkan keputusan yang disepakati oleh pimpinan pusat
PKS harus diikuti oleh kader di seluruh daerah. Namun, dia yakin semua kader
PKS yang berada di wilayah sepakat dengan pemilihan melalui DPRD.
Menurut Hidayat, pemilihan lewat DPRD tak melanggar konstitusi. Rujukannya,
ujarnya, adalah Pasal 18 Ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945. Bunyinya,
"Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis".
"Demokratis itu bisa melalui pemilihan langsung atau lewat DPRD,"
kata Hidayat. Dia mengatakan pemilihan langsung banyak mudaratnya karena banyak
yang tidak akur setelah pemilihan kepala daerah.
Ihwal mundurnya kader Gerindra, Basuki Tjahaja Purnama, yang menolak dengan
keputusan pemilihan lewat DPRD, Hidayat mengatakan seharusnya Ahok berani
mundur sebagai wakil gubernur. Alasannya, Ahok bisa menjadi Wakil Gubernur
Jakarta setelah diusung oleh Gerindra. "Kalau Ahok jantan, ditantang
Taufik mundur dari wagub, berani tidak Ahok," ujar Hidayat.
Baca Juga: Politikus PKS Suswono Dianggap Hina Nabi, Yenny Wahid: Rasulullah Bukan Pengangguran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News