MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengundang polemik. Kalangan DPRD Kota Mojokerto menyoal kebijakan penentuan rumah sakit (RS) bagi pasien peserta badan usaha mitra pemerintah tersebut.
"Kami menganggap penentuan RS bagi pasien peserta BPJS lebih cenderung ke strategi efisiensi yang seyogyanya tidak dilakukan. Harusnya, pasien diberikan hak dan keleluasaan untuk mengakses RS lantaran dia adalah klien asuransi berbayar, bukan gratisan," kecam Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, Suyono, Selasa (30/10).
Baca Juga: Jadi Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto: Hadi Fokus RAPBD 2025, Arie Pastikan Tak Ada Proyek Mangkrak
Politikus PAN yang juga koordinator Komisi III tersebut mengungkapkan sejumlah imbas dari kebijakan anyar BPJS. "Sebagai RS tipe B, RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo telah terkena dampak dari penerapan aturan tersebut. RSUD akan sepi, dan imbasnya pendapatan RS sebagai BUMD akan menurun," tandasnya.
Ia berujar jika jumlah pasien RSUD dr Wahidin turun hingga 50 persen sejak aturan BPJS tersebut diterapkan. "Jumlah pasien tinggal separuh saja," katanya.
Sebaliknya, tambah ia, kebijakan tersebut sangat menguntungkan RS tipe C dan D. Sebab, katanya, mereka menjadi RS rujukan pertama dari fasilitas kesehatan di tingkat dasar seperti Puskesmas. "Kebijakan itu menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain. Padahal standar SDM dan alat kesehatan tentu jauh berbeda," sindirnya.
Baca Juga: Terganggu Penutupan Jalan, Warga Sentanan Desak Pemkot Mojokerto Pindah Kampung Pecinan
Hal yang sama diungkapkan anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Anang Wahyudi. Menurut ia, kebijakan penentuan RS oleh BPJS juga akan merugikan pasien peserta BPJS.
"Pasien itu kan klien, mereka bayar. mereka berhak menentukan RS-nya bukan sebaliknya diatur-atur gitu. Dan bagi warga Kota, mereka tercover dalam pelayanan total coverage yang mana tanggungan mereka dibayar lunas sehingga jangan dirugikan dengan kebijakan ini," tambahnya.
Menurut politikus Golkar ini, penentuan RS itu akan menimbulkan persoalan baru. "Jika pasien dengan riwayat rekam medik tertentu maka harus menjalani perawatan di RS lama. Kalau dia menjalani kontrol di RS tipe B apa harus dipaksa untuk berobat ke tipe C dan D yang belum tentu RS tersebut memiliki SDM dokter seperti yang dimaksud," katanya.
Baca Juga: Senam Prolanis Meriahkan HUT ke-56 BPJS Kesehatan
Kebijakan ini akhirnya disikapi DPRD. "Kami akan memanggil pihak RSUD, Dinas Kesehatan dan BPJS untuk duduk satu meja membicarakan persoalan ini. Kalau itu adalah kebijakan nasional, maka kami berharap ada kearifan lokal sehingga tidak ada yang dirugikan dalam kebijakan ini," pungkasnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kota Mojokerto Cristiana Indah Wahyu mempertanyakan roh dari kebijakan BPJS tersebut. "Yang harus dipertanyakan itu adalah apa roh dari kebijakan BPJS tersebut. Apakah untuk meningkatkan pelayanan ataukah profit oriented? Itu yang akan kami sampaikan ke BPJS," katanya.
Ia pun mengungkapkan jika pihaknya telah menyiapkan personil di tingkat Puskesmas menyikapi kebijakan ini. "Pik er mengetahui ke mana pasien yang membutuhkan rujukan akan dibawa. Misalnya pasien jantung, petugas kami tahu jadwal piket dokter jantung di RS mana. Sehingga tidak perlu melalui proses bertingkat dari RS tipe terendah sampai ke tinggi," katanya. (yep/rev)
Baca Juga: Upgrade Kompetensi BPJS Satu Faskes Mitra, BPJS Kesehatan Adakan Sertifikasi Service Quality
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News