SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Di era saat ini, Pancasila dan globalisasi dapat saling merangkul dan memberi manfaat. Pancasila tidak boleh ekslusif tetapi harus inklusi, yakni merangkul semua. Bila ada kelompok yang tidak setuju harus dibawa satu meja untuk berdiskusi.
"Termasuk soal ekonomi kerakyatan, dimana negara tidak boleh membiarkan yang kecil kalah dan mati dalam pertarungan," ucap Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo saat menjadi Keynote Speaker sekaligus membuka Seminar Internasional Pancasila di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (3/12).
Baca Juga: BPIP Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila di Pasuruan
Pakde Karwo, sapaan Gubernur Jatim menjelaskan, salah satu model ekonomi kerakyatan yang diterapkan di Jatim yakni melalui konsep Jatimnomics. Model ini mengedepankan tiga aspek utama. Pertama, produksinya fokus meningkatkan SDM untuk menjamin keberlanjutan penghidupan yang layak. Kedua, strategi pembiayaan, serta ketiga adalah aspek pemasaran dimana pasar didesain untuk memperkuat pasar domestik sehingga tercipta kemandirian ekonomi.
“Jatimnomics ini didukung pondasi harmonisasi kultur dan religi, sinergitas tiga pilar dan regulasi. Konsep ini dilakukan agar ekonomi Jatim tumbuh inklusif dan berkeadilan.,” jelasnya.
Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya ruang publik yang deliberatif, agar tidak ada kegaduhan dan keributan di bidang politik yang mampu mengganggu investasi. Semua masalah diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Selain itu, perlu adanya pendekatan partisipatoris, dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu keputusan.
Baca Juga: Pjs Bupati Kediri Ingatkan ASN Jaga Netralitas di Pilkada 2024
“Jadi perintah budaya kita adalah musyawarah mufakat, bukan struktural. Sehingga bila ada struktural kecuali TNI dan Polri sebaiknya kembali ke jalan yang benar karena itu menjadikan eksklusif. Semua harus dirangkul, itulah kekuatan musyawarah mufakat,” katanya.
Sementara itu Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Hariyono, M.Pd mengatakan, seperti yang disampaikan Bung Karno, eksistensi Pancasila tidak hanya relevan dalam menyatukan kebhinekaan bangsa, namun sekaligus menjadi bintang penuntun atau yang disebut dengan “Leitstar Dinamis” dalam mengarungi kehidupan masa depan Indonesia.
Menurutnya, Pancasila digali dan dirumuskan Bung Karno pada masa dan suasana kolonial. Namun, Pancasila memberikan landasan sekaligus orientasi energi positif kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak diwarnai oleh dendam, kemarahan serta kebencian.
Baca Juga: Amanat Plt Bupati Lamongan di Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
"Pancasila berbasis pada “power with” kekuasaan bersama untuk saling kerjasama, membantu dan tumbuh bersama menggapai kebahagiaan. Dan bukan “power over” atau kekuasaan yang eksploitatif dan manipulatif terhadap pihak lain," paparnya.
Perjuangan mengaktualisasi Pancasila untuk ikut membangun dan merawat Tamansari Peradaban Dunia ini, dilakukan Bangsa Indonesia melalui politik luar negeri bebas aktif. Dimana, Bangsa Indonesia berusaha ikut menghapus penjajahan dunia. Salah satunya saat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955, bangsa-bangsa di Asia dan Afrika sepakat menghormati hak dasar manusia serta berkomitmen membantu bangsa-bangsa yang masih terjajah.
“Melalui KAA, Pancasila dikenalkan dan diaktualisasi untuk secara aktif ikut menciptakan ketertiban dunia,” katanya.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Ajak Teladani Nilai Pancasila Sebagai Semangat Wujudkan Indonesia Emas 2045
Seminar yang diselenggarakan selama dua hari yakni 3-4 Desember ini diisi dengan berbagai diskusi panel. Diantaranya Diskusi Panel I yang menghadirkan tiga narasumber yakni Dr. Ignas Kleden, Dr. Daniel Dhakidae dan Dr. Matti Schindehuette dari Jerman. Turut hadir Dewan Pengarah BPIP, Konsul Kehormatan di Surabaya, Akademisi dari Perguruan Tinggi, serta Kepala OPD di lingkungan Pemprov Jatim. (ian/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News