JAKARTA(BangsaOnline)
Mantan Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta untuk dilakukan sumpah Mubahalah
atau sumpah kutukan kepada jaksa, hakim, dan dirinya sendiri setelah sidang
vonis yang dibacakan Rabu petang, 24 September 2014.Menurut Anas,
sumpah kutukan ini dilakukan karena dia memegang kebenaran.
"Muhabalah adalah sumpah kutukan, siapa yang dengan keyakinannya,
atas dasar subtansi putusan, berjanji siapa yang bersalah dia bersedia dikutuk
Tuhan dan Gusti Allah, dirinya dan keluarganya. Karena saya yakin
putusan, dakwaan dan vonis tidak adil. Karena itu saya kembalikan kepada Yang
Maha Adil, Allah SWT," jelas Anas usai persidangan di Tipikor, Jakarta
Selatan.
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Namun, permintaan
Anas ini tak ditanggapi Majelis Hakim Tipikor yang langsung menutup sidang.
Lalu, apa itu mubahalah? Hakikat mubahalah adalah salah satu
cara syar'i yang digunakan untuk menghadapi lawan dan menentang kebenaran
setelah segala daya dan upaya mengalami jalan buntu.
Secara bahasa mubahalah berarti "saling melaknat." Berasal
dari bahasa Arab yang berarti "melaknat."
Adapun secara
istilah, mubahalah adalah hadirnya dua pihak yang saling berselisih
dimana keduanya tidak bisa menyelesaikan permasalahan dengan cara dialog dan
debat.
Sedangkan masing-masing menganggap yang lainnya sebagai pihak yang dusta dan
batil. Sebagaimana syariat Islam, Mubahalah ada aturan dan caranya,
kapan harus digunakan, bagaimana caranya, dan apa saja syaratnya.
Syarat utama adalah ikhlas dan mengharapkan keridhoan Allah dan demi mengikuti
sunnah Nabi. Selain itu, memiliki ilmu yang mapan bahwa dia berada di atas
kebenaran dan lawannya di atas kebatilan. Namun, Mubahalah harus
dilakukan dalam sebuah perkara agama yang penting.
Kemudian, sebelum Mubahalah dilakukan, kedua pihak harus sudah melalui
jalan berdiskusi dan dialog. Kedua pihak yang berselisih juga harus mengajak
keluarga dan anak-anak.
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak mau berpolemik benar atau tidak
pengajuan sumpah yang diajukan anak kepada jaksa dan hakim di
Pengadilan Tipikor itu.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI yang juga Doktor Hukum Islam Asrorun Niam menjelaskan, asal muasal Mubahalah itu.
"Mubahalah
dalam Islam dikenal dan pernah terjadi di zaman Rasul, saat diskusi
antara Rasul dengan orang Nasrani perihal kedudukan Isa AS. Dan
diabadikan dalam Quran QS Ali Imran ayat 61, "Siapa yang membantahmu
tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka
katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan
anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan
diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita
minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta,"
urai Niam panjang lebar, Rabu (24/9/2014).
Mubahalah itu diajukan
Rasulullah ke kaum Nasrani. Tapi kemudian tak ditanggapi. Nah, menurut
Niam, Muhabalah itu dilakukan untuk urusan agama.
"Dilakukan
untuk kepentingan agama yang fundamental, menyatakan kebenaran, bukan
urusan duniawi dan hawa nafsu serta niatnya tulus. Bukan untuk menggapai
kemenangan semata," jelas dia.
Dengan adanya keyakinan akan kebenaran, maka muncul komitmen akan kesiapan menerima laknat Allah jika dusta.
"Mubahalah
itu bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang jelas kebenarannya dan
mematahkan kebathilan yang jelas bathilnya," tuturnya.
Sedang di
dalam proses persidangan, adalah tempat yang sah untuk proses
pembuktian, untuk menunjukkan bukti-bukti kebenaran dan atau kesalahan
bisa disampaikan melalui persidangan.
"Solusi mencari dan
menyakinkan akan kebenaran tidak harus lewat muhabalah, apalagi jika
terkait urusan duniawi. Hakim mengadili berdasarkan norma hukum positif,
dan keyakinan hakim, sedangkan mubahalah dasarnya adalah norma
keagamaan," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News