PACITAN, BANGSAONLINE.com - KPU Pacitan menyikapi temuan data ganda dalam DPTHP II yang disampaikan badan pemenangan nasional (BPN) DPD Partai Gerindra Jatim. Menurut Ketua KPU Pacitan, Damhudi, temuan data ganda itu tidak realistis lantaran mencapai 470 ribu.
"Berarti hanya ada 1.200-an data pemilih yang dianggap valid. Ini jelas kurang realistis. Sebab hampir semua data pemilih dalam DPTHP II dianggap ganda," ujar Damhudi saat menggelar acara analisis hasil pengelolaan data dan evaluasi sistem pemilu dengan puluhan wartawan, Kamis (25/1).
Baca Juga: Selama Tahapan Hingga Pemilu Serentak 2024, Anggota KPU Wajib Tunda Perkuliahan atau Cuti
Meski begitu, KPU tetap akan menindaklanjuti temuan tersebut. "Hasil validasi sementara, hanya ada dua data yang diduga ganda. Itu pun dikarenakan ada mutasi masuk. Artinya saat penyusunan DPT orang tersebut belum mutasi ke Pacitan. Setelah ada penetapan DPT serta DPTHP I dan II, orang tersebut baru mutasi masuk ke Pacitan. Hasil temuan itu sudah kita koordinasikan dengan Dispendukcapil," jelas komisioner KPU tiga periode ini.
Damhudi menjelaskan, ada beberapa unsur sehingga data bisa disebut ganda. Selain nama, yakni NIK, NKK, alamat, serta tempat dan tanggal lahir. "Laporan temuan yang disampaikan Bawaslu dari salah satu peserta pemilu, hanya menyebutkan nama. Sedangkan unsur lainnya tidak disebutkan. Kalau masalah nama, tentu banyak yang sama. Sehingga persoalan ini tidak serta merta dijadikan acuan," beber mantan aktivis LSM internasional ini di hadapan puluhan wartawan.
Ia menceritakan, bahwa kasus semacam itu pernah terjadi sebelumnya. Di mana KPU dituding salah melakukan input data pemilih, sehingga terjadi data ganda secara nasional yang jumlahnya mencapai 25 juta jiwa. Sedangkan di Pacitan ada sekitar 332 ribu yang dituding ganda.
Baca Juga: KPU Pacitan Belum Terima Keputusan soal Rencana Penundaan Pilbup
"Namun setelah kita validasi, ternyata hanya ada dua data ganda. Belajar dari pengalaman itu, KPU akan lebih cermat dalam menyikapi setiap dinamika. Namun kami berterima kasih atas munculnya tudingan itu," tutur Damhudi.
Selain persoalan data ganda, pada kesempatan tersebut juga disinggung masalah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang mendapat kesempatan mencoblos saat hari H pemungutan suara. Persoalan tersebut juga menjadi atensi serius bagi lembaga penyelenggara pemilu. Sebab beragam persepsi sempat mencuat. Bahkan sempat menjadi viral di media sosial, ada ODGJ yang dibopong polisi dan linmas untuk diantar ke TPS.
"Itu jelas menyesatkan. Sebab yang diunggah di medsos tersebut sejatinya pencuri yang dimassa lalu dibopong ke kantor polisi. Bukan ODGJ yang diantar ke TPS," sebutnya.
Baca Juga: Dampak Wabah Covid-19, Pilkada Serentak Berpotensi Ditunda
"Perlu diketahui, ODGJ yang berkesempatan datang ke TPS itu yang masuk kategori tuna grahita atau para penyandang disabilitas. Itu pun harus mendapatkan surat keterangan dari dokter jiwa. Sedangkan orang yang hilang ingatan, tentu tidak akan bisa menggunakan hak pilihnya," tandas Damhudi. (yun/rev)
CEK VIDEONYA DI SINI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News