JAKARTA(BangsaOnline) Teka-teki kenapa Koalisi Indonesia Hebat(KIH) pimpinan Megawati Soekarnoputeri gagal mengegolkan UU Pilkada langsung mulai terjawab. Begitu juga tentang kegagalan KIH dalam pertarungan untuk memenangkan pimpinan DPR. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelaskan niatannya selama 10 tahun ingin bertemu Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, namun tak kunjung terwujud. Pantas saja kalau para anggota DPR dari Partai Demokrat walk out saat rapat paripurna tentang RUU Pilkada. Akibatnya, Koalisi Merah Putih (KMP) menang dalam pertarungan politik di Senayan.
Melalui akun twitter pribadi SBY di @SBYudhoyono menjawab alasan pertemuannya yang tak kunjung terealisasi dengan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno itu.
Baca Juga: Awali Sambutan di Sertjiab Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid Ajak Doa Bersama untuk Ibunda AHY
"Pd hari mulia ini, izinkan sy menjawab perbincangan ttg niat sy bertemu Ketum PDIP Ibu Megawati, diisertai rasa hormat sy pd beliau (Megawati)," tulis SBY, dalam akun twitternya, Minggu (5/10/2014).
Hal itu, kata SBY, untuk menjawab pertanyaan dan polemik tentang hubungannya dengan Megawati yang kurang harmonis.
SBY mengatakan, dirinya tidak pernah menutup diri untuk menjalin komunikasi dengan pimpinan partai berlambang banteng moncong putih itu. Menurutnya, Megawati yang kerap menutup diri.
Baca Juga: Resmi Bergelar Doktor, Ada SBY hingga Khofifah di Sidang Terbuka AHY
"Benar, 10 tahun ini saya berupaya utk bisa bersilaturahim & jalin komunikasi kembali dgn Ibu Megawati. Tetapi Allah belum mengizinkan," jelas SBY.
Bahkan, suami Megawati, Almarhun Taufik Kiemas berharap agar kedua tokoh tersebut bersatu guna memperbaiki bangsa Indonesia ke depan.
"Almarhum Bapak Taufik Kiemas, sampai akhir hayatnya, juga ingin kami berdua bisa menjalin komunikasi lagi demi kebaikan bangsa," katanya.
Baca Juga: Minta Dukung Prabowo, SBY: Negara Kacau Jika Banyak Matahari
Begitu juga soal ajakan PDIP untuk bergabung bersama KIH di parlemen. Menurut SBY, Partai Demokrat merespon positif ajakan PDIP.
Namun, kata SBY, jika ingin menjalin kebersamaan di DPR, maka harus melalui ketua umum partai, yakni, Megawati Soekarnoputri.
"Tgl 30 September 2014 mlm, sy bertemu Pak Jokowi (Presiden Terpilih) & Pak Hatta Rajasa di Istana Negara utk bicarakan politik terkini," tulis SBY.
Baca Juga: Pj Gubernur Jatim Nobar Final Four Proliga 2024 Bareng SBY dan AHY di GBT
"Pertemuan dgn Pak Jokowi berlangsung baik. Ketika PDIP inginkan kebersamaan di DPR, saya sampaikan pertemuan SBY-Mega penting," lanjutnya.
SBY berpendapat, untuk sebuah kebersamaan politik antara Partai Demokrat dan PDIP, tentunya yang mesti bertemu adalah kedua pimpinan partai.
"Jika kedua Ketua Umum (PDIP & PD) bertemu, maka akan saling mengetahui kehendak, niat & semangat yang baik utk sebuah kebersamaan," jelas SBY..
Baca Juga: Hadiri Silaturahmi Kebangsaan di Rumah Prabowo, Khofifah: Jatim Jantung Kemenangan
Hingga pelantikan DPR dan menjelang pemilihan pimpinan DPR, kata SBY, keinginannya untuk bertemu dengan pimpinan partai berlambang banteng moncong putih itu tak kunjung terwujud.
"Namun, nampaknya pertemuan penting di saat "kritis" itu tidak terjadi. Saya mendengar nanti pada saatnya Bu Mega akan "menerima" saya," katanya.
"Hingga 1 Oktober malam, pertemuan yang sudah lama saya harapkan itu memang tidak terjadi," ujar SBY.
Baca Juga: SBY Ikut Kritisi Presiden Jokowi: Rakyat Alami Tekanan dan Kesulitan
Sebelumnya, SekretarisJenderal DPP PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, membeberkan alasan mengapa bukan Megawati selaku ketum PDIP yang menemui Presiden SBY untuk merealisasikan koalisi PDIP-Demokrat sebelum ditetapkannya UU Pilkada dalam Rapat Paripurna DPR.
"Tidak ada undang-undang yang mengatur Ibu Mega harus bertemu Pak SBY. Tidak ada hubungannya. Bu Mega juga bukan bawahannya Pak SBY dan sebaliknya, tidak ada aturan untuk segera bertemu," kata Tjahjo kepada wartawan, Jumat (3/10).
Tjahjo juga menjelaskan bahwa sebelumnya pihaknya melalui Jokowi (calon presiden terpilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI, 9 Juli 2014) telah melobi SBY tengah malam, namun pada akhirnya kedua partai tersebut gagal menjalin koalisi.
Baca Juga: Kampanye Akbar di Malang, Prabowo dan SBY Joget Bareng
Menyinggung hubungan antara kedua partai, Tjahjo mengemukakan bahwa PDI Perjuangan tidak pernah menyerang kebijakan Partai Demokrat di luar parlemen selama SBY sebagai Presiden RI.
"Kalaupun ada kritik atau beda pendapat tentang kebijakan, itu karena posisi PDI Perjuangan sebagai partai yang berada di luar pemerintahan Presiden SBY, bahkan kami saling menghormati," katanya.
Mengenai hubungan antara Megawati dan SBY, Tjahjo mengatakan, "Selama 10 tahun apa ada Ibu Mega merecoki Pak SBY? Tidak ada kan?" "Sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan," kata Tjahjo.
Baca Juga: Demokrat Kampanye Akbar di Tapal Kuda, SBY Motivasi Pengurus dan Kader untuk Perbanyak Kursi
"kalau ada pernyataan Ibu Mega yang kritis, menurut saya, wajar karena posisi kami di luar pemerintahan pusat. Posisi kami sama dengan pers, yang menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintah secara kritis dan 'fair'."
Tjahjo menegaskan bahwa selama 10 tahun Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI, tidak pernah ada usaha-usaha dari PDI Perjuangan untuk meruntuhkan pemerintahan SBY. Bahkan, partainya tidak pernah menyinggung kebijakan pribadi SBY sebagai kepala negara.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menandaskan, "Tidak pernah ada indikasi-indikasi mau kudeta. Kami sadar hanya sebagai partai politik yang di luar pemerintahan selama 10 tahun dan itu amanat Kongres PDI Perjuangan. Bahkan, kami tidak mengerahkan massa terbuka untuk demo pemerintahan yang sah di bawah Presiden SBY," katanya.
Ia juga tegas-tegas membantah adanya informasi bahwa Megawati tetap akan menemui SBY agar Ketum DPP PD itu mau menginstruksikan para kadernya di parlemen mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Ia mengaku koalisinya yang terdiri dari PDIP, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura sulit mencari strategi lain untuk mengalahkan KMP dalam ”perebutan” pimpinan MPR RI pada Senin (6/10)hari ini.
Pada pemilihan pimpinan DPR RI dua hari lalu, paket pimpinan yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua mulus disapu bersih KMP.
Tjahjo menegaskan untuk proses pemilihan pimpinan MPR, pihaknya tak akan melakukan lobi-lobi politik.
”Mau bicara strategi bagaimana lagi? Kami secara jumlah sudah kalah kok dari KMP. Secara Tatib (tata tertib) pun tidak memenuhi syarat lima fraksi. Jadi kalau voting secara jumlah juga kalah. Ya sudah mau apa lagi?” lontar Tjahjo Kumolo di Gedung DPR RI Jakarta.
Meski begitu, Tjahjo dan koalisi partainya tetap optimis pemerintahan Jokowi-JK mendatang akan berjalan dengan baik. Alasannya, presiden dipilih langsung oleh rakyat. ”Jadi nggak ada strategi khusus untuk itu,” tukasnya.
Pengamat politik dari Charta Politica, Arya Fernandes mengatakan kegagalan PDI Perjuangan untuk menempatkan anggotanya di kursi pimpinan DPR karena mereka salah mengirim orang untuk melakukan lobi-lobi tersebut.
"Kemampuan negosiator levelnya tidak seimbang. Kalau negosiator berpengaruh atau di DPR senior," kata Arya, Minggu (5/10/2014).
Menurutnya, PDI Perjuangan masih memiliki kesempatan menempatkan anggotanya di pimpinan MPR, namun hal itu tergantung hasil lobi-lobi yang mereka lakukan.
Arya menyarankan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri langsung turun tangan untuk menjadi negosiator dalam lobi-lobi tersebut khususnya kepada Partai Demokrat.
Sebab jika Megawati yang turun, Partai Demokrat diyakini akan siap mengakomodasi apa yang menjadi harapan PDI Perjuangan.
"Dan saya kira untuk lobi dengan SBY harus dengan Megawati. Karena itu seimbang. Apalagi secara psikologi politik tepat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News