NGANJUK (bangsaonline)
Dr Eko Sidharto, satu terdakwa dugaan korupsi pengadaan barang farmasi RSUD Nganjuk, disebut bisa merangkap menjadi saksi kunci untuk membongkar kasus lain terkait, dan bersifat lebih sistematis.
Baca Juga: Tembus Pasar LN dan Serap Tenaga Kerja Lokal, Khofifah Apresiasi Agrobisnis Bibit Buah di Nganjuk
Yaitu, dugaan setoran uang tak resmi dari satuan-satuan kerja (satker), salah satunya RSUD Nganjuk. Kasus yang sempat gaduh dibicarakan pada 2010 tersebut sering disebut ‘dana dok’, atau setoran untuk memuluskan jatah anggaran kegiatan masing-masing satker.
Informasi yang dihimpun, kasus ‘dana dok’ sempat mencuat lagi, saat dr Eko menjalani penyidikan di kepolisian pertengahan 2013 lalu. Saat itu, penyidik menemukan indikasi bahwa perbuatan dr Eko menyelewengkan anggaran farmasi, salah satunya dipicu tuntutan untuk menyediakan dana tidak resmi. Dana disiapkan untuk jatah setoran kepada stakeholder penting, yang memiliki akses mengatur anggaran daerah.
Artinya,ada dugaan uang korupsi senilai sekitar Rp 950 juta itu tidak dimakan sendiri oleh dr Eko. Namun sayang, saat itu pengusutannya tak berlanjut karena penyidik kekurangan alat bukti.
Baca Juga: Antusias Warga Tinggi, Pj Bupati Nganjuk Apresiasi Baksos Periksa Kesehatan Gratis
Kini, setelah kasus dr Eko bersama bawahannya, Lilis Setyorini masuk persidangan, peluang mengusutnya menjadi terbuka lagi. Kuncinya ada di tangan dr Eko, dengan bersedia membuka secara terang-terangan untuk apa saja uang korupsi digunakan. “Bisa untuk mengungkap dugaan keterlibatan pihak lain,” kata Lugito, praktisi hukum asal Nganjuk.
Dengan posisi dr Eko sekarang, Lugito menyebut justru sangat strategis untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Menurut Lugito, dr Eko bisa berperan sebagai justice collaborator. Yaitu, seorang saksi yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu perkara,bahkan mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi apabila aset itu ada pada dirinya.
Menurut Lugito, aturan mengenai justice collaborator sudah tertuang resmi, baik dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4/2011, maupun Surat Keputusan Bersama (SKB) lima lembaga, antara lain Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung, Polri, MA dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai kompensasi atas bantuan tersebut, kata Lugito, maka terhadap saksi pelaku yang bekerjasama akan diringankan hukumannya oleh majelis hakim. “Dia (dr Eko) bisa terhindar dari hukuman berat,” imbuh advokat yang sering menangani kasus-kasus korupsi tersebut.
Baca Juga: Tim Kurator Balai Harta Peninggalan Surabaya Gali Potensi Harta Pailit PT RRI
Di sisi lain, Lugito yang mengikuti perjalanan kasus ini sejak awal, beberapa kali membaca kejanggalan sikap dr Eko. Mantan Direktur RSUD Nganjuk itu dinilainya tampak pendiam, dan sering ragu-ragu menyebutkan untuk apa saja aliran dana korupsi dipergunakan. Bahkan belakangan dr Eko juga sering berganti-ganti pengacara. “Kesannya seperti ada pihak yang menekan,” tutur Lugito.
Sikap-sikap janggal itu menurut Lugito, semakin memperkuat indikasi adanya pihak lain yang berusaha mengintervensi dr Eko. Menurut dia, jika sikap tersebut terus dipertahankan hingga persidangan, apalagi disertai keterangan yang berubah-ubah, maka majelis hakim bisa memerintahkan untuk mengurung terdakwa dalam sel. “Ditahan untuk tujuan menghindari intervensi,” ujarnya. Karenanya, Lugito berharap dr Eko berani blak-blakan, membantu penegak hukum mengusut dugaan aliran dana kasus ini.
Pihak kejaksaan juga punya pendapat serupa. Salah satunya disuarakan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk M. Anggidigdo. Dia sependapat bahwa seorang pelaku tindak pidana, baik pidana umum maupun tindak pidana korupsi (tipikor), berpeluang untuk menjadi justice collaborator. Atas jasanya tersebut, majelis hakim biasanya mempertimbangkan untuk memperingan hukuman untuknya. “Memang ada prosedur seperti itu,” ujarnya.
Baca Juga: Tindaklanjuti Aduan Masyarakat, Bea Cukai Kediri Temukan 1.420 Batang Rokok Polos di Nganjuk
Salah satu syaratnya, kata Anggi, pelaku telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan. Sehingga, penyidik atau penuntut umum bisa mengungkap tindak pidana secara efektif, sekaligus mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar. ”Harus disertai alat bukti yang cukup,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News