JAKARTA(BangsaOnline) Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menolak keras 1 Muharram dijadikan Hari Santri Nasional. Ia mengusulkan resolusi jihad 22 Oktober 1945 diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
Sikap politik Hidayat yang wakil ketua MPR ini berbeda dengan Presiden Joko Widodo yang sempat berjanji bakal menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional ketika hadir dalam acara kampanye pilpres di Pondok Pesantren Babussalam Malang Jawa Timur.
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, Menteri ATR/BPN: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
Dalam catatan bangsaonline.com sikap
politik para politisi PKS bukan hanya Hidayat Nur Wahid yang menolak wacana 1
Muharram sebagai Hari Santri Nasional. Fahri Hamzah, anggota DPR RI dari PKS,
bahkan menyebut Jokowi sinting karena menyetujui 1 Muharram sebagai Hari Santri
Nasional. Karuan saja kalangan kiai dan santri mengecam pernyataan Fahri Hamzah
yang dianggap jauh dari akhlaqul karimah itu.
Hidayat mengaku baru saja bertemu dengan Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj. Menurutnya,
Said Agil banyak mendapatkan telepon dari kai-kai mengenai Hari Santri
Nasional.
"Tadi saya ketemu Prof Dr Said Agil ketua umum PBNU, kita ngobrol, katanya
beliau ditelepon banyak kiai, ormas Islam," kata Hidayat kepada wartawan
di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/10).
Ia menegaskan, pada prinsipnya dia setuju dengan Hari Santri Nasional seperti
yang dijanjikan Presiden Jokowi. Tetapi, Hari Santri Nasional tidak bertepatan
dengan 1 Muharram.
"Soalnya 1 Muharram adalah hari besar umat Islam sedunia, bagaimana yang
tak santri, jangan seolah-olah ini harinya hanya santri, bagaimana dengan non
santri," ujarnya.
Hidayat menyarankan agar Hari Santri Nasional diperingati pada tanggal 22
Oktober. Hari itu dikenang karena ada peristiwa besar fatwa resolusi jihad yang
digulirkan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari.
"1 Muharram itu tahun baru umat Islam sedunia, santri dan non santri. Hari
santri diperlukan, tanpa mempengaruhi makna, sebaiknya tanggal 22 Oktober
sebagai hari resolusi jihad. Seperti yang diperjuangkan kakeknya Gus Dur,"
tandasnya.
Rakernas PDI Perjuangan mendukung rencana kebijakan Presiden
terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk menetapkan 1 Muharam sebagai
Hari Santri Nasional. Penetapan ini terkait dengan upaya memperkuat karakter
kebangsaan.
Demikian salah satu butir rekomendasi Rakernas yang dibacakan Ketua DPP PDI
Perjuangan Puan Maharani di Marina Convention Center,
Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (20/9).
Selain itu, Rakernas juga meminta pemerintah baru nanti menetapkan 1 Juni
sebagai Hari Lahirnya Pancasila. "Dan menjadikannya sebagai hari Libur
Nasional, sebagaimana keputusan Rakernas III PDI Perjuangan," kata Puan.
Sebelumnya, dalam kampanye Pilpres 2014, Jokowi memang berjanji memperjuangkan
pencanangan Hari Santri Nasional setiap 1 Muharam. Pencanangan Hari Santri
Nasional itu merupakan permintaan dari Ponpes Babussalam yang disampaikan oleh
pimpinan pondok KH Thoriq Darwis.
"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya mendukung 1 Muharam
ditetapkan sebagai hari santri nasional. Pernyataan ini juga langsung saya
tandatangani," kata Jokowi di Ponpes Babussalam, Malang, Jawa Timur, Jumat
(27/6) malam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News