SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Pemilihan Wali Kota Surabaya akan digelar pada bulan September 2020. Praktis tinggal sekitar setahun lagi suksesi kepemimpinan Kota Surabaya itu dilaksanakan.
Sejumlah figur pun mulai muncul ke permukaan di antaranya yang menonjol adalah Whisnu Sakti Buana (PDIP), Fandi Utomo (PKB), Zahrul Azhar As'ad atau Gus Hans (Golkar), Irjen Pol (Pur) Machfud Arifin (Mantan Kapolda Jatim), dan Ery Cahyadi (Birokrat).
Baca Juga: PC Fatayat NU Kota Malang Nyatakan Dukung Paslon ABADI
Secara umum kandidat calon Wali Kota Surabaya yang muncul ke permukaan didominasi oleh kaum pria atau minim figur perempuan. Padahal 10 tahun Kota Surabaya ini dipimpin oleh figur perempuan.
Karena itu, ekspektasi warga Surabaya masih tinggi terhadap pemimpin perempuan atau setidaknya yang mendekati figur Wali Kota saat ini, Tri Rismaharini. Karena itu, figur perempuan berpeluang hadir untuk maju dalam Pilwali Surabaya.
Pernyataan itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Ahmad Khubbi Ali Rohman.
Baca Juga: Di Konferwil XVI Fatayat NU Jatim, Khofifah: Jadilah Enabler Leader dan Game Changer
"Memang sejauh ini figur kandidat Calon Wali Kota perempuan masih minim. Padahal figur perempuan bisa menjadi pemecah kebuntuan politik sekaligus vote getter," ujar akademisi muda yang akrab disapa Bobi itu, Kamis (27/6).
Staf pengajar UINSA ini mengaku ada sejumlah figur perempuan yang punya kans untuk maju dalam kontestasi Pilwali Surabaya. Hanya saja nama mereka tidak muncul ke permukaan atau kurang terdengar karena tidak diikuti langkah politik seperti nama-nama yang sudah muncul ke permukaan.
Bobi menyebut sejumlah anggota parlemen berpeluang untuk maju pilwali, di antaranya Puti Guntur Soekarnoputri (PDIP), Arzeti Bilbina (PKB), Indah Kurnia (PDIP), dan Lucy Kurniasari (Partai Demokrat). Namun tampaknya nama-nama tersebut lebih memilih tetap di parlemen karena konsekuensi anggota parlemen yang maju pilkada harus mengundurkan diri. Inilah yang menjadi faktor banyak figur anggota parlemen yang potensial menjadi kandidat kepala daerah berpikir dua kali untuk maju.
Baca Juga: Gerak Lincah Emak-Emak GOW Kota Kediri Awali Pagi dengan Senam Bersama
"Mungkin faktor keharusan anggota parlemen mundur jika mencalonkan diri dalam pilkada itu yang membuat figur-figur perempuan potensial enggan maju dalam pilwali," tandas peneliti muda NU ini.
Di tengah gersangnya figur kandidat perempuan dalam Pilwali Surabaya, ada secercah harapan dari sosok aktivis Fatayat NU Jatim, Lia Istifhama. Tokoh perempuan muda ini ramai menjadi perbincangan di media sosial (medsos). Tagar LiaSurabaya2020 dan LiaNingSuroboyo pun viral di medsos. Bahkan sejumlah komunitas sudah bertekad mengusung keponakan Khofifah Indar Parawansa ini untuk maju dalam ajang Pilwali Surabaya tahun depan.
Saat dikonfirmasi, Lia mengaku banyak yang mendorongnya maju sebagai calon Wali Kota atau Wakil Wali Kota Surabaya. Bahkan sejumlah komunitas sudah aktif bergerak melakukan sosialisasi, baik di medsos maupun di masyarakat. Sejumlah grup whatsapp pun bermunculan untuk menyolidkan dukungan kepada putri tokoh PPP KH. Masjkur Hasjim tersebut.
Baca Juga: Musyawarah Alim Ulama PWNU Jatim di Tuban Telurkan Poin-Poin Penting
"Memang ada dorongan dari para relawan Khofifah-Emil pada pilgub 2018 yang menginginkan saya maju Pilwali Surabaya. Memang hubungan emosional antara saya dengan relawan saat pilgub lalu masih sangat kental. Tapi saya belum berpikir maju dalam agenda politik apapun saat ini. Pemilu kemarin saja saya tidak maju caleg, saat ini saya fokus mensupport Ibu Gubernur Khofifah," imbuh Semifinalis Ning Surabaya 2006 itu. (mdr/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News