JAKARTA(BangsaOnline) Pengamat pertahanan dari Imparsial Al Araf mengatakan langkah
Presiden Joko Widodo memilih Jenderal Purnawirawan Ryamizard Ryacudu
sebagai Menteri Pertahanan kurang tepat. Musababnya, pensiunan militer
tak pantas jika mengisi posisi Menteri Pertahanan.
"Idealnya
berdasar pengalaman selama ini, pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Menteri Pertahanan berasal dari kalangan sipil," kata Al Araf
saat dihubungi Tempo, Ahad, 26 Oktober 2014. Dia menganggap Menteri
Pertahanan dari kalangan sipil lebih netral menjadi penghubung antara
pemerintah pusat dengan TNI.
Sebagai contoh, reformasi peradilan TNI berpotensi terhambat jika
menteri pertahanannya bekas prajurit. Musababnya akan muncul kemungkinan
Menteri Pertahanan akan membela institusi militer yang telah
membesarkan namanya.
"Terlebih Ryamizard, muncul potensi
resistensi penegakan hukum bagi prajurit yang melanggar. Sebab rekam
jejak Ryamizard saat menjabat KSAD pernah membela prajurit Kopassus yang
membunuh Ketua Presidium Dewan Papua Dortheys Hiyo Eluay pada November
2001," terang Al Araf.
Selain itu, Al Araf juga khawatir Ryamizard kurang tepat untuk
membangun kekuatan militer sesuai visi kemaritiman Presiden Joko Widodo.
Musababnya Ryamizard adalah mantan Jenderal di Angkatan Darat, walhasil
dianggap kurang paham dengan pengembangan kekuatan maritim.
Presiden Joko Widodo memilih dua pensiunan TNI untuk menjabat posisi
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamana serta Menteri Pertahanan.
Jokowi memilih Laksamana Purnawirawan Tedjo Edhy Purdijanto sebagai
Menkopolhukam dan Jenderal Purnawirawan Ryamizard Ryacudu menjadi
Menhan.
"Karier (militer) saya selama 35 tahun, mengapa pas jadi
Menteri Pertahanan ditanyakan soal (dugaan keterlibatan kasus HAM) itu,”
kata Ryamrizard Ryacudu di Istana Negara menanggapi isu bahwa dirinya
sewaktu mejadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat terlibat kasus pelanggaran
hak asasi manusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News