JAKARTA(BangsaOnline) Forum Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU 2014 menyepakati Ahlul Halli wal Aqdi sebagai alternatif sistem pemilihan Rais Aam PBNU.
Hal itu mengemuka dalam rapat pleno terakhir Munas-Konbes NU 2014 di gedung PBNU, Jakarta, Ahad (2/11). Rapat diikuti para kiai dan pengurus NU utusan Pengurus Wilayah NU (PWNU) seluruh Indonesia.
Baca Juga: Pengurus PC LPBI SER NU Gresik Siaga Bencana Alam
Dalam sistem Ahulul Halli wal Aqdi, Pengurus Cabang NU (PCNU) tak dilibatkan secara langsung sebagaimana yang biasa berjalan, melainkan melalui beberapa orang terpilih yang dinilai layak menentukan pemimpin tertinggi di NU.
“Untuk penjabaran teknis pelaksanaannya PBNU perlu membentuk tim yang bertugas merumuskan tata cara pemilihan,” kata Ketua PBNU H Imam Azis saat membacakan hasil diskusi Komisi Organisasi di hadapan forum.
Setelah mendapat masukan dari musyawirin, Ahlul Halli wal Aqdi disepakati untuk merujuk pada usulan PWNU Jawa Timur dan Jawa Tengah yang sudah menggodok terlebih dahulu sebelum Munas.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari di Banjarmasin, Khofifah Sampaikan Pesan Persatuan dan Persaudaraan
Hasil ini menjadi bahan yang akan diajukan di Muktamar NU ke-33 sebagai forum tertinggi untuk masuk ke dalam butir Anggaran Dasar dan Rumah Tangga NU. Sebelumnya, sistem rekrutmen pemimpin model ini sempat akan diterapkan dalam pemilihan rais syuriah dan ketua tanfidhiyah PWNU Jatim, namun batal karena banyak PCNU yang menolak dan belum tertuang secara eksplisit dalam aturan organisasi.
Dalam sejarah NU, konsep Ahlul Halli wal Aqdi pernah teralisasi sejak NU berdiri tahun 1926 sampai tahun 1952 ketika NU menjadi partai politik. Kemudian berubah dan diterapkan kembali pada muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984 saat NU kembali ke khithah tahun 1926.
Munas-Konbes NU 2014 ditutup oleh Pejabat Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri dan dihadiri pengurus syuriah dan tanfidhiyah PBNU lengkap, para ketua umum badan otonom NU, serta segenap musyawirin yang terdiri dari para kiai dan utusan PWNU se-Indonesia.
Baca Juga: Bedah Buku KH Hasyim Asy'ari di Pekanbaru, Khofifah: Teladan Kepemimpinan dalam Keberagaman
ABORSI
Pada bagian lain Munas NU membolehkan aborsi, termasuk bagi korban perkosaan, dengan syarat tertentu.
"Pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah haram, apapun alasannya. Kecuali untuk menghindari kematian," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat menyampaikan hasil Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Jakarta, Minggu (2/11/2014).
Baca Juga: Kang Irwan Dukung Mbah Kholil, Kiai Bisri dan Gus Dur Ditetapkan jadi Pahlawan Nasional
Aborsi menjadi salah satu bahasan di dalam Munas NU terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. PP itu menimbulkan polemik karena dianggap sebagai kebijakan yang melegalkan aborsi.
Said Aqil menjelaskan, yang dimaksud menghindari kematian dalam pengecualian izin aborsi salah satunya adalah kondisi darurat medis, yakni apabila kehamilan mengancam keselamatan ibu dan atau janin.
"Untuk mengetahui seberapa tingkat bahayanya, itu harus atas pertimbangan dokter ahli. Tidak boleh sembarangan, harus dokter ahli yang merekomendasikan," kata dia.
Baca Juga: Khofifah Undang Menkop Jadi Narasumber Kongres VIII Muslimat NU di Surabaya
Mengenai aborsi pada kehamilan akibat perkosaan yang juga diatur dalam PP Nomor 61 Tahun 2014, Said Aqil menegaskan hal itu haram dilakukan. Meski demikian, terdapat pengecualian yang juga memiliki syarat ketat.
"Untuk aborsi pada kasus pemerkosaan, itu juga haram. Namun, ada beberapa ulama yang membolehkan sebelum janin berusia 40 hari terhitung sejak pembuahan," kata dia.
Demi menghindari penyalahgunaan dukungan terhadap legalisasi aborsi, khususnya dalam ketentuan rekomendasi dokter ahli, NU juga menekankan agar semua dokter menaati sumpah jabatan dan kode etik profesi.
Baca Juga: Bakal Gelar Kongres Ke-18, Khofifah Bersama PP Muslimat NU Silaturahmi dengan Menag RI Nasaruddin
"Sekali lagi ditegaskan, aborsi tidak diperbolehkan kecuali terhadap yang sudah memenuhi syarat kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan ketentuan-ketentuan," kata Said Aqil pula. (nu.or.id/kompas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News