Oleh: Em Mas’ud Adnan
Peta politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kota Surabaya kembali berubah. Awalnya ada tiga kekuatan kubu politik di internal PDIP Kota Surabaya. Kubu Wihsnu Sakti Buana (wakil wali kota Surabaya), Bambang DH (mantan wali kota Surabaya), dan Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya). Namun poros Wihsnu dan Bambang DH kini rontok. Bambang DH terdepak dari kepengurusan DPP PDIP.
Baca Juga: Bawaslu Kota Surabaya Serahkan Laporan Hasil Pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkot dan DPRD
Sebaliknya, karir politik Risma - panggilan Tri Rismaharini - melesat bak meteor. Risma kini diangkat sebagai Ketua DPP PDIP bidang kebudayaan.
Semula posisi Wihsnu sangat kuat karena menguasai PAC. Tapi Bambang DH yang saat itu masih menjabat Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bapilu) DPP PDIP dengan mudah mematahkan sayap Whisnu. Para PAC se-Surabaya yang semula bulat mendukung Wisnu sebagai ketua DPC PDIP Kota Surabaya periode kedua, tumbang begitu DPP PDIP menunjuk Adi Sutarwijono sebagai ketua DPC PDIP Kota Surabaya. Info dari internal PDIP, Awi – panggilan Adi Sutarwijono – adalah orang dekat Bambang DH. Protes para PAC pun tenggelam.
Namun kejayaan Bambang DH tak lama. Pada Kongres ke-5 PDIP di Bali (8-11/8/2019), nama Bambang DH dicoret dari kepengurusan DPP PDIP yang baru. Banyak spekulasi politik muncul. Di antaranya karena Bambang DH berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi jasa pungut (Japung) pada 2010 saat menjabat walikota Surabya. Memang sampai kini proses hukumnya masih berjalanan di kejaksaan dan kepolisian, karena statusnya masih P19. Artinya berkas belum lengkap. Tapi saat Bambang DH diangkat sebagai ketua Bapilu DPP PDIP bukankah sudah berstatus tersangka?
Baca Juga: Dilantik Besok Sore, Ini Harapan Warga Surabaya kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru
Yang mengejutkan tentu bukan saja karena nama Bambang DH lenyap dari DPP PDIP, tapi juga karena Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDIP, justru mengerek nama Risma sebagai salah satu ketua DPP PDIP. Padahal semua tahu sejak lama Risma berseberangan politik dengan Bambang DH. Sedemikian kerasnya konflik dua tokoh itu, sampai Bambang DH mengundurkan diri dari wakil wali kota yang saat itu mendampingi Risma sebagai walikota Surabaya.
Selain itu Risma juga kader baru di PDIP. Risma bergabung dengan PDIP pada tahun 2010 saat jadi calon wali kota Surabaya berpasangan dengan Bambang DH. Saya dapat info dari seorang teman yang pernah jadi calon kepala daerah dari PDIP. Menurut dia, siapapun calon kepala daerah yang berangkat dari PDIP harus jadi kader PDIP dengan diberi tanda resmi kartu anggota PDIP. Nah, jika merefer ke informasi ini berarti Risma jadi anggota PDIP sejak 2010. Namun ia selama ini belum pernah jadi pengurus PDIP.
Prestasi politik Risma – terutama selama jadi wali kota Surabaya - tampaknya membuat Megawati kepincut. Dengan alasan sama-sama wanita pecinta bunga, Megawati sering tampak akrab dengan Risma. Apalagi Risma selama jadi wali kota Surabaya dikenal bersih, tak terlibat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), meski beberapa pihak tak sepenuhnya yakin.
Baca Juga: Pascapilkada, Jaman Jatim Evaluasi Pembekuan Jaman Surabaya
Yang pasti, karir politik Risma kini memang berkibar dan melesat luar biasa. Saya yakin Megawati telah mempersiapkan jabatan strategis untuk Risma. Bisa jadi ia diangkat sebagai menteri sekaligus calon gubernur DKI Jakarta atau yang lain.
Kini bagaimana dengan pemilihan wali kota (Pilwali) Surabaya yang akan berlangsung 2020? Inilah yang menarik. Tampaknya kubu Bambang DH harus berhitung ulang. Sejak tumbangnya Whisnu dari ketua DPC PDIP Kota Surabaya, sempat muncul spekulasi politik bahwa pertarungan perebutan rekomendasi calon wali kota Surabaya hanya akan terjadi antara kubu Bambang DH dan Risma. Namun realitas politik di Kongres ke-5 PDIP di Bali tampaknya mengubah peta politik internal PDIP tentang Pilwali.
Seperti dilansir BANGSAONLINE.com dan HARIAN BANGSA, Risma sejak awal mengusung Ari Cahyadi, Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya. Sedang Bambang DH sempat menyebut Jamhadi, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya. Jamhadi dikenal sebagai karib Bambang DH. Saat Bambang DH menjabat Wali Kota Surabaya, dikenal istilah trio wali kota, yaitu Bambang DH, Jamhadi, dan Saleh Mukadar yang dijuluki sebagai wali kota malam.
Baca Juga: Soal PHP Pilwali Surabaya, Bawaslu: Kami Hadir Memenuhi Undangan MK
Realitas politik di Bali tampaknya mengubah segalanya. Secara kalkulasi politik Risma tentu lebih bisa meyakinkan Megawati untuk merekom Eri Cahyadi sebagai calon wali kota. Hanya saja, bagaimana dengan calon wakil wali kota dan dukungan arus bawah PDIP. Sebab, meski Megawati penentu tunggal kebijakan PDIP, tapi dukungan arus bawah tak mudah dikendalikan. Dalam beberapa kasus pilkada, kebijakan DPP tak selalu linear dengan dukungan arus bawah. Memang, Risma cukup popular dan harum di Surabaya, tapi dampak “sakit hati” para kader PDIP – terutama elit PDIP kota Surabaya – tak bisa dibaikan. Apalagi jika calon wakil wali kota yang disandingkan kurang pas.
Walhasil, dari segi rekom PDIP untuk Pilwali tampaknya sudah jelas. Kubu Risma kemungkinan besar jadi pemenang, kecuali ada kesepakan baru antara kubu Bambang DH dan Risma.
Em Mas’ud Adnan, Direktur RAHMI CENTER (Rahmatan Lil-Alamin Center)
Baca Juga: MK Gelar Sidang Lanjutan PHP Pilwali Surabaya 2 Februari 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News