Ijazah Pesantren Cakades Ditolak, GMBI Wadul ke DPRD Pasuruan

Ijazah Pesantren Cakades Ditolak, GMBI Wadul ke DPRD Pasuruan Suasana audiensi antara GMBI dan DPRD Pasuruan.

PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Aktivis Pesantren yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) wadul ke . Mereka mengadukan panitia penyelenggara pilihan kepala desa yang dinilai tidak paham aturan Undang-Undang, lantaran mencoret peserta calon kades karena ijazahnya dari pesantren alias lokal.

"Kedatangan kami ke sini ini menanyakan kepada panitia penyelenggara pilihan kepala desa tingkat kabupaten terkait penolakan ijazah pesantren mencalonkan diri sebagai kepala desa," jelas Ketua GMBI Muhamad Asy'ari kepada BANGSAONLINE.com di Kantor DPRD Kab. Pasuruan (10/9).

Baca Juga: Dua Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan Resmi Dilantik Gantikan Rusdi dan Shobih

"Kami prihatin karena logo (Yarfa'ilah) ayat Al Quran tidak ada artinya dalam persyaratan administrasi pencalonan kades tersebut. Jangan meremehkan ijazah pesantren loh, pendiri negara ini kebanyakan orang Islam, yang basisnya juga pesantren," terangnya.

Di samping itu, Asy'ari juga mengurai Perbup No. 20 tahun 2017 tentang tata cara persyaratan pencalonan, pengangkatan, pemilihan, pemberhentian, pelantikan kepala desa. Salah satu persyaratan administrasi yang disampaikan Asy'ari, ijazah yang berlegalisir dari lembaga pendidikan masing-masing.

"Kalau sudah Perbup menyatakan seperti itu kenapa dipersulit? Apa sosialisasinya kurang tajam atau panitia yang tidak paham aturan?," tanya dia.

Baca Juga: Ning Mila Siap Perjuangkan Aspirasi Pendidikan dan Kesejahteraan Masyarakat

Sementara dari DPMD mengungkapkan bahwa peraturan terkait ijazah pesantren tersebut sudah disosialisasikan sejak 2015 lalu. "Warga negara Indonesia berhak ikut serta mencalonkan diri sebagai pemimpin di negara, asal ada legalisir dari lembaga masing-masing," jelas Ridlo, Sekertaris DPMD.

Dia memaparkan syarat mendaftar sebagai kades hanya membutuhkan ijazah minimal SMP atau sederajat. "Jadi kalau lulusan pesantren berarti ijazahnya tingkat (wustho) menengah. Jangan lupa, harus ada keterangan legalisir dari Kemenag," papar Ridlo.

Sementara dari perwakilan Kemenag yakni Kepala Seksi Pondok Pesantren (Pontren) mempersilakan untuk minta pengajuan legalisir atau keterangan lainnya yang berkaitan dengan pencalonan.  "Kami siap melayani kapan pun warga meminta legalisir atau keterangan, sekaligus saya tanda tangani," terang Kasi Pontren yang enggan disebut namanya tersebut.

Baca Juga: AKD DPRD Pasuruan 2024-2029 Resmi Terbentuk, Gerindra Tak Kebagian Kursi

Sedangkan H. Arifin dari Fraksi PDIP, yang memimpin audiensi tersebut, berharap DPMD meningkatkan sosialisasi supaya tidak terjadi hal yang seperti ini.

Senada, Dr. Kasiman anggota DPRD fraksi Gerindera menyarankan kepada Kemenag dan DPMD untuk tidak mempersulit pelayanan warga yang sedang membutuhkan persyaratan administrasi dalam mencalonkan kepala desa tersebut.

"Tolong dari Kemenag ya, yang ijazahnya pesantren itu segera dikasih surat keterangan atau legalisir. Begitu juga dengan DPMD untuk tidak mempersulit warga yang ijazahnya dari pesantren, sebab ini merupakan kearifan lokal," tutup Kasiman. (afa/ian)

Baca Juga: Demi Perubahan di Kabupaten Pasuruan, Gus Saif All Out Dukung Mas Rusdi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO