BANYUWANGI (bangsaonline)
Padang Savana Sadengan, adalah salahsatu tujuan wisata di Alas Purwo. Di padang savana ini dilengkapi dengan pos pantau, untuk melihat hewan-hewan liar yang sedang merumput atau minum.
Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung
“Kalau lagi kebetulan, wisatawan bisa melihat langsung perburuan yang dilakukan oleh sekumpulan ajag (anjing hutan,red) kepada mangsanya,” kata Agus Setiawan, petugas pantau di Padang Savana Sadengan. “Yang diburu, antara lain anak banteng, lutung, juga rusa,” tambah dia.
Wisatawan bisa menggunakan teropongyang disediakan petugas untuk mengamati tingkah laku hewan liar ini.
Memang padang savana ini menjadi tempat berkumpul bagi hewan-hewan liar. Umumnya, banteng dan burung merak. Biasanya, mereka mendatangi padang savana ini, pada pagi dan sore hari. Kalau malam, yang hadir di padang ini adalah macan tutul dan macan kumbang.
Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Amankan Dua Pelaku Jual Beli Benih Lobster Ilegal di Banyuwangi
“Kami terus menjaga padang savana ini, dengan memberikan ketenangan, dan menyeleksi rumput yang tumbuh. Setiap hari, petugas yang ada di sini, yaitu empat orang, melakukan pendongkelan rumput jenis kreco dan eceng-eceng. Rumput jenis ini tidak disukai banteng, tapi cukup mengganggu pertumbuhan rumput lain,” kata dia.
Warga asli desa Kolopait Kecamatan Tegal Delimo ini menandaskan, agar rumput-tumput tumbuh subur di padang savana, dan juga ketersediaan air minum untuk hewan liar, maka, pihak Taman Nasional Alas Purwo mengalirkan air melalui pipa, dari dua sumber. Satu sumber air sejauh 32 km, lalu air gunung ini ditampung di dua bak besar, kemudian dialirkan melalui pipa-pipa kecil yang ditanam beberapa cm di bawah tanah, ke berbagai titik di savana. Karenanya, rumput-tumput di padang savana ini tetap hijau meski musim kemarau.
Satu sumber lagi berasal dari gua Basofi, usai ditampung di bak kecil, dialirkan begitu saja ke padang savana, untuk persediaan air minum hewan. Sengaja dibiarkan meluber ke mana-mana dekat pos pantau. Ini bertujuan, ketika hewan butuh minum, maka akan mendekati pos pantau, dan wisatawan bisa leluasa mengamati dari jarak dekat.
Baca Juga: Tim BPBD Lumajang Juara Umum dalam Semarak Gelar Peralatan se-Jatim, Ini Lima Arahan BNPB
“Memang dulunya, jumlah wisman sangat banyak ke Sadengan ini, karena tarif dinaikkan. Dari Rp 20 ribu menjadi Rp 100 – 150 ribu, turis sudah jarang ke sini,” kata pemuda yang masih lajang ini.
Umumnya, turis yang suka padang savana berasal dari Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Australia.
Cerita Agus, ada satu tontonan menarik, ketika ular piton sebesar pohon kelapa melintas di padang savana untuk berburu. Detik-detik ular raksasa mendekati hewan buruan inilah yang ditunggu-tunggu para wisman. Mereka seakan tak ingin ketinggalan momen hukum alam. Para wisman menjadi saksi rantai makanan. Lebih-lebih yang menjadi incaran adalah anak rusa.
Baca Juga: Rumah di Banyuwangi Rusak Usai Diterjang Hujan Deras dan Tertimpa Pohon
Sayangnya, rusa kini tersebar di seluruh penjuru Alas Purwo. “Kalau yang biasa berkumpul di padang savana ini, hanya sekitaran 100-an rusa,” beber dia.
Jelajah Alas Purwo, the Real Adventure
BANYUWANGI (bangsaonline)
Baca Juga: Diduga Mabuk Sopir Truk Fuso Tabrak Pagar Masjid Ikon di Banyuwangi, 3 Motor Rusak Parah
Di dalam kawasan Alas Purwo, menjanjikan eksotisme alam yang belum terjamah. Mulai dari pantai yang masih perawan hingga savana yang dihuni binatang-binatang liar.
Sebuah alas yang menjadi Taman Nasional ini memang seakan menantang siapapun yang menginginkan petualangan nyata. Berjarak sekitar 60 km dari Kota Banyuwangi ini, para petualang sudah mendapatkan tantangan nyata, ketika sampai di portal Alas Purwo.
Dengan tiket yang cukup mahal, Rp 150 ribu, petualang sudah ‘berhadapan’ dengan jalan yang cukup rusak. Disarankan menggunakan trail atau mobil doble gardan agar bisa menaklukkan rusaknya jalan. Lebih-lebih usai hujan, jalan licin kian menjanjikan tantangan nyata.
Baca Juga: Dua PMI asal Banyuwangi Alami Gangguan Jiwa Setelah Dipulangkan dari Malaysia
“Memang alas purwo ini dibiarkan begitu. Tentu kami harus duduk satu meja dulu dengan pihak pengelola Taman Nasional Alas Purwo, jika ingin memoles. Tetapi faktanya, justru para turis, baik wisman maupun lokal, lebih menyukai tantangan nyata. Jalan mulus bagi mereka malah tak menarik samasekali. Ini juga yang kami terapkan di wisata Kawah Ijen yang masuk Taman Nasional Meru Betiri,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
“Alas Purwo memang menjanjikan real adventure. Dan ini memang menjadi potensi Jawa Timur. Ada empat taman nasional di Pulau Jawa, ada tiga di Jawa Timur, yaitu Baluran, Meru Betiri dan Alas Purwo. Dan dua di antaranya, ada di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Alas Purwo dan Meru Betiri,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Arief Yahya, usai acara thank’s giving, di Pendopo Pemkab Banyuwangi, akhir pekan lalu.
“Jatim itu mempunyai 767 destinasi wisata yang eksotik, dan sebagian besar berada di taman nasional. Untuk itu, pengembangan wisata tak jauh dari Taman Nasional itu,” kata Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim Rusmiati.
Baca Juga: Ngaku Khilaf, Seorang Bapak di Banyuwangi Tega Cabuli Anak Kandungnya
Wajar jika menyusuri Alas Purwo, laiknya bertarung di arena offroad, dengan menjanjikan bahwa di ujung sana, terdapat keindahan alam yang masih perawan. Dan, kitalah yang menjamahnya!
Ada beberapa destinasi di Alas Purwo, meliputi pantai dari laut selatan Triangulasi, G-Land atau Plengkung, Pancur, Ngagelan. Juga padang savana Sadengan, dan hutan mangrove Bedul.
Sayangnya, tim wartawan dari Surabaya, tak bisa mendatangi semua karena keterbatasan waktu.Yang berhasil dikunjungi adalah penangkaran penyu Ngagelan, padang savanaSadengan dan hutan mangrove di blok Bedul.
Baca Juga: Tak Terima Rumahnya Jadi Tempat Parkir, Warga Banyuwangi Bacok Tetangganya saat Tahlilan
Ngagelan adalah tempat penangkaran penyu semi alami. “Ketika musim penyu bertelur yaitu pada bulan April hingga Agustus, ribuan telur berhasil kami tangkarkan,” kata Purwadi, petugas pemeliharaan penyu di Pondok Kerja Unit Penetasan Penyu Semi Alami Ngagelan.
Penyu-penyu yang bertelur di pantai Ngagelan meliputi jenis penyu Abu-abu, penyu sisik, penyu belimbing dan penyu sisik. “Kalau kita ketemu induknya, maka kita pasang tagging. Pernah penyu yang sama kembali bertelur di sini. Dan juga pernah penyu jenis belimbing seukuran panjang 2 meter, bertelur di sini,” kata Purwadi.
Ketika musim penyu bertelur, Purwadi, bersama lima orang petugas yang sama, rutin berpatroli di pantai, sejak tengah malam hingga dini hari. Ketika ada penyu bertelur maka, pihaknya mengabadikan, memasang tagging, dan memindahkan telur ke tempat penangkaran semi alami.
“Kami menyelamatkan telur penyu dari musuh alaminya, yaitu predator biawak dan babi hutan,” kata dia.
Berbeda lagi dengan cara patroli petugas di Padang Savana Sadengan. Mereka melakukan ‘patroli’ untuk mengetahui pergerakan hewan liar. Khususnya banteng.
Padang savana ini, umumnya didatangi kelompok banteng, kelompok burung merak, elang jawa, elang laut, rusa timor, anjing hutan atau ajag, katak pohon bergaris, trenggiling, macan tutul, macan kumbang, dan tentu saja babi hutan. Mereka melakukan pemantauan dari menara pantau setinggi sekitar 10 meter. Wisatawan pun bisa melakukan hal sama, memantau dengan menggunakan teropong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News