Yogyakarta, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menghadiri penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (H.C) Dra. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid M.Hum selaku ibu negara dari Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid oleh Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12).
Gubernur Khofifah yang pernah menjabat Menteri Negera Pemberdayaan Perempuan RI di era Presiden Abdurrahman Wahid tersebut mengaku bangga atas penganugerahan gelar Doktor HC yang diraih Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
Baca Juga: Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas
Menurutnya, Ibu Sinta Nuriyah merupakan tokoh perempuan guru bangsa yang sangat lengkap serta sosok yang tak henti mencari ilmu.
"Beliau adalah sosok pembelajar yang mengamalkan sekaligus mengajarkan ilmunya tanpa kenal lelah," ungkapnya.
Baca Juga: Kenapa Gaya Jalan Khofifah sangat Cepat? Ini kata Pakar Bahasa Tubuh
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menyimpulkan, bahwa sosok ibu Sinta Nuriyah selalu memberikan keteladan tentang kehidupan yang inklusif. Inklusifitas yang diajarkan Sinta Nuriyah tidak hanya tentang beragama semata, tetapi inklusifitas dalam persaudaraan, bersosial dan berbudaya.
Inklusifitas seperti itu diharapkan terus dilakukan, beliau melakukan buka dan sahur bersama setiap bulan romadlan dengan berkeliling ke berbagai komunitas. Bisa di masjid, di gereja, di pesantren, di pinggir rel kereta, dan di berbagai tempat lainnya.
Bentuk-bentuk solidaritas kemanusiaan yang dilakukannya memberikan pelajaran bahwa persaudaraan harus dibangun melalui berbagai lapis tanpa mengenal batas sosial, ekonomi, agama, suku, adat dan ras. Sosok seperti inilah yang dipandang Gubernur Khofifiah sangat sulit ditemui.
Baca Juga: Jenazah Kiai Roziqi Disalatkan di Masjid Akbar, Khofifah 3 Kali Minta Kesaksian Jemaah
"Penganugerahan
gelar Doktor H.C bagi Ibu Sinta dari UIN Sunan Kalijaga ini menjadi
referensi bagi para ilmuwan untuk bisa mengikuti referensi kehidupan keilmuan,
pemikiran serta tindakan seorang ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
Beliau sosok pembelajar yang mengajarkan dan
mengamalkan ilmunya. Itu tidaklah mudah," tutupnya.
Inklusi dalam Solidaritas Kemanusiaan
Sementara saat menyampaikan pidato ilmiahnya bertemakan Inklusi Dalam
Solidaritas Kemanusiaan : Pengalaman Spiritualitas Perempuan Dalam Kebhinekaan,
Dra. Sinta Nuriyah, MHum menganalogikan Sahur Keliling yang dilakukannya
itu sebagai sarana mencapai ketakwaan, dan memperkokoh persatuan serta kesatuan
bangsa.
Lewat Sahur Keliling itulah sebuah ketakwaan ditempa. Sekaligus mempertajam pengertian tentang Pancasila dan Kebhineka Tunggal Ikaan, yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Inilah yang mendorong saya untuk menciptakan program-program pluralisme dan kemanusiaan, sebagaimana yang saya lakukan sampai sekarang," ujarnya.
Baca Juga: Masjid Tertua di China Tak Ditempati Salat, Kenapa? Laporan M Mas'ud Adnan dari Tiongkok (3)
Masih menurut Sinta Nuriyah, selama ini banyak orang yang melaksanakan ibadah puasa hanya sebagai upacara seremonial ibadah tahunan belaka. Akibatnya, kesenjangan antara ibadah puasa dengan nilai moral dan budi pekerti luhur yang diajarkannya masih tetap ada.
Bila demikian halnya, sebut Sinta Nuriyah, maka puasa Ramadhan hanya dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban, atau masih berupa ibadah rutin yang formalistik semata. Dan belum sampai pada tataran puasa yang “revolutif”, yang mampu mengubah perilaku, gaya hidup serta pola pikir pelakunya ke arah yang lebih baik, lebih positif serta mengangkat derajat ketaqwaannya.
Ini artinya, bahwa puasa juga mengajarkan tentang persaudaraan sejati diantara sesama umat manusia, tanpa memandang latar belakang agama, suku, golongan maupun status sosialnya.
Baca Juga: CEO BANGSAONLINE Dicegat Pramugari dan Petugas Imigrasi di Bandara Fuzhou, Laporan dari Tiongkok
Dirinya menjabarkan,
bahwa inklusi dalam solidaritas kemanusiaan lewat pengalaman spiritualitas
perempuan dalam kebhinekaan dikisahkan lewat kegiatan Sahur Keliling yang
menyasar kaum dhuafa, kaum marjinal, tukang becak, pengamen, pemulung dan
sebagainya.
Pelaksanaannya juga tidak bisa di tempat yang mentereng dan terang benderang
seperti Buka Puasa Bersama, melainkan di tempat mereka berada, seperti di
kolong jembatan, di dekat terminal atau stasiun, di tengah pasar, di lokasi
bencana dan sebagainya.
Dalam rapat senat terbuka penganugerahan gelar H.C Dra. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid selain Gubernur Khofifah tampak hadir Menkopolhukam RI Prof. Mahfud MD. (mdr/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News