JEMBER, BANGSAONLINE.com - Pasca selesainya penggarapan Jembatan Semanggi yang penuh dengan kerlap kerlip lampu, ada hal menggelitik pada jembatan yang terletak di jalan Bengawan Solo tersebut. Yakni, karena slogan "Jember Kota Karnaval" yang menghiasi jembatan itu keliru bertuliskan 'Jember Kota Carnaval'.
Hal ini dinilai memalukan, karena untuk menghias jembatan tersebut, Pemkab Jember menggelontorkan anggaran hingga Rp 4,4 miliar.
Baca Juga: Hadir di Kampanye Akbar, Irwan Setiawan Ajak Menangkan Khofifah-Emil
Menurut Ahli Bahasa dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (Unej) Drs Andang Subaharianto M.Hum, penggunaan kalimat tersebut tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.
"Carnaval" merupakan istilah bahasa asing yang nanggung. "Artinya, kalau mau menggunakan Bahasa Inggris, seharusnya 'Carnival' bukannya Carnaval," jelas Andang saat dikonfirmasi wartawan, Jumat siang (3/1/2020).
Baca Juga: Seribu Massa SSC di Jember Nyatakan Dukung Khofifah-Emil
Sedangkan kalau kata serapan bahasa Indonesianya adalah “karnaval”, dan istilah tersebut sudah dibakukan. "Masyarakat Jember sendiri sudah banyak yang tahu bagaimana penulisan karnaval yang benar sesuai bahasa kita," ungkapnya.
Karena itu, Dosen Sastra Indonesia ini meminta Pemkab Jember tak perlu latah, lalu sok menggunakan Bahasa Inggris yang tidak jelas, apalagi salah dalam struktur bahasanya.
"Kenapa kemudian tidak pakai Bahasa Indonesia saja? Karena bahasa tersebut merupakan kebanggaan sebagai orang Indonesia. Apalagi pemerintah seharusnya memberikan contoh yang baik dalam penggunaan bahasa," tegasnya.
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
Bahkan selain mengkritik tentang susunan kalimat yang salah, Andan pun juga menilai klaim Jember sebagai kota karnaval terlalu berlebihan.
(Ajang Jember Fashion Carnaval)
Baca Juga: 5 Kendaraan Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jember
"Ketika Jember memang mengklaim demikian, seharusnya jumlah karnaval yang ada tidak hanya terpaku pada JFC (Jember Fashion Carnaval). Seyogyanya lah ketika pemkab mengklaim, maka harus dilengkapi dengan kuantitas dan kualitas karnaval yang ada di Jember. Jika hanya ada satu karnaval yakni JFC. Klaim Jember sebagai kota karnaval belum layak," ujarnya.
Andang pun membandingkan dengan julukan Jember sebagai kota tembakau, karena hal itu relevan dengan fakta yang ada. "Mengingat, Jember salah satu kekuatan ekonomi masyarakatnya pada sektor tembakau. Sebaliknya, soal klaim Jember kota karnaval, ini harus kembali ditinjau," pungkasnya.(ata/yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News