GRESIK, BANGSAONLINE.com - Upaya demi upaya terus dilakukan oleh DPRD Gresik di bawah kendali Ketua DPRD Fandi Akhmad Yani dalam menciptakan layanan kesehatan di RSUD Umar Mas'ud Pulau Bawean semakin baik.
DPRD saat ini sedang melakukan lobi untuk mengisi kekosongan tenaga medis spesialis dan sejumlah peralatan medis yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah berjuluk Pulau Putri ini dalam hal pelayanan kesehatan.
Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai
Menurut Gus Yani, sapaannya, selama ini kemegahan bangunan RSUD Umar Mas'ud di Pulau Bawean tak berbanding lurus dengan pemenuhan fasilitas layanan kesehatannya. Kebutuhan kesehatan masyarakat di Pulau Bawean masih banyak yang tak bisa dilayani RSUD Umar Mas'ud.
Hal ini lantaran belum tersedianya peralatan medis memadai, terutama tenaga medis spesialis (dokter spesialis). Pasien pun lebih sering harus dirujuk ke RS di Kota Gresik. Bahkan, Surabaya dan daerah lain.
"Fenomena seperti ini menjadikan kami menetapkan bahwa penanganan RSUD Umar Mas'ud urgent. Makanya, kami prioritaskan penanganannya. Untuk itu, DPRD Gresik saat ini tengah memperjuangkan untuk pemenuhan kebutuhan di RSUD Umar Mas'ud mulai tenaga medis seperti dokter spesialis, alat medis, dan kebutuhan lain," jelas politikus PKB ini.
Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024
DPRD telah kordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik, Pemprov Jatim, dan Kementerian Kesehatan RI untuk mencari solusi terkait persoalan di RSUD Umar Mas'ud. "Saya dan teman-teman Komisi IV telah melakukan pertemuan dengan OPD terkait. Kami juga telah mengundang Direktur RSUD Umar Ma’sud, dr Tony S. Hartanto untuk mendiskusikan persoalan di RS yang dipimpinnya," ungkapnya.
Hasil hearing, diperoleh informasi bahwa Dinkes dan RSUD Umar Masu’d sudah berupaya maksimal memenuhi kebutuhan dokter spesialis. Sejak RSUD Umar Mas’ud berdiri pada tahun 2018, sudah ada program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) tahap I. "Dinkes saat itu mengajukan ke Kementerian Kesehatan RI 5 dokter spesialis, yakni dokter spesialis anak, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anestesi, dan dokter spesialis kandungan. Namun, saat ini masa kontrak dokter spesialis dalam program WKDS tahap I telah habis. Dinkes talah mengajukan WKDS tahap 2 pada bulan Oktober tahun 2018, namun belum ada jawaban hingga akhir tahun 2018," jelas Yani.
Kemudian, Dinkes pada 4 Januari 2019 kirim surat lagi ke Kemenkes RI. Hasilnya? Kemenkes memberikan jatah 3 dokter spesialis, dokter spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan kandungan.
Baca Juga: PDIP Larang Kadernya di Legislatif Ikut Kunker Jelang Pilkada, Noto: Sudah Lapor ke Sekwan Gresik
Sayangnya, baru beberapa bulan menjalankan tugas, dokter spesialis kandungan mengundurkan diri. Alasannya, insentif daerah terlalu kecil, yakni hanya Rp 10 juta per bulan sesuai Perbup (peraturan bupati). Dinkes Gresik kemudian mengajukan perubahan perbup, dan bupati menyetujui insentif daerah dinaikkan menjadi sebesar Rp 20 juta per bulan.
"Sayangnya, persoalan baru muncul pada Mei 2019, dengan adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena program WKDS dianggap kerja paksa. Sehingga, diubah menjadi sukarela. Program WKDS yang kalah gugatan di MK akhirnya berubah menjadi Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS). Sehingga kerja dokter spesialis yang sebelumnya wajib, menjadi sukarela. Persoalan demi persoalan yang tengah dihadapi RSUD Umar Mas'ud ini terus kami carikan solusi. Insya Allah secepatnya klir, kami sudah paham pangkal persoalannya," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News