JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) diperiksa sekitar 4 jam lebih 20 menit oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Cak Imin keluar dari ruang pemeriksaan penyidik KPK sekitar pukul 14.30 WIB. Sementara sebelumnya ia datang ke Gedung KPK sekitar pukul 10.10 WIB. Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Cak Imin yang dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred, mengklaim, tak ada aliran suap terkait proyek tersebut yang diterima politikus PKB.
Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi
"Tidak benar (ada aliran uang ke PKB)," kata Cak Imin kepada wartawan ketika keluar dari ruang pemeriksaan penyidik KPK di Gedung KPK Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020). Ia datang ke Gedung KPK didampingi Hanif Dhakiri, mantan Menteri Tenaga Kerja RI dan Eko Putro Sandjoyo, mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Ia juga menjelaskan, sebenarnya ia dipanggil penyidik KPK Hari Kamis (29/1) besok. "Saya datang untuk memenuhi panggilan sebagai saksi dari Hong Artha. Mestinya diagendakan besok, tapi karena besok saya ada acara, saya minta maju, dan Alhamdulillah selesai, semuanya sudah saya beri penjelasan ya, selesai," kata Wakil Ketua DPR RI itu..
Tim penyidik KPK telah memanggil sejumlah politikus PKB terkait kasus suap proyek jalan itu. Termasuk Wakil Gubernur Lampung yang juga politikus PKB Chusnunia Chalim alias Nunik. Tim penyidik juga pernah memeriksa tiga politikus PKB Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmi Faisal Zaini.
Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan
Sedang politikus PKB Musa Zainuddin telah divonis 9 tahun penjara. Mantan anggota DPR RI dari PKB itu kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung Jawa Barat. Musa Zainuddin sempat mengajukan diri sebagai justice collaborator karena ingin membongkar kasus ini. Namun pengajuannya itu belum diterima oleh KPK.
Musa Zainuddin inilah yang mengungkap kepada Majalah Tempo bahwa uang suap yang diterima dari proyek PUPR itu sebesar Rp 7 miliar. Namun, ia mengaku hanya menikmati uang haram itu Rp 1 miliar. Sedang uang suap yang Rp 6 miliar Musa Zainuddin mengklaim disetor kepada Muhaimin Iskandar lewat Jazilul Fawaid, wakil ketua umum DPP PKB yang kini wakil ketua MPR RI.
Dalam kasus ini, KPK menduga Hong Artha bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Amran diduga menerima uang sebesar Rp 8 miliar dan Rp 2,6 miliar dari Hong Artha.
Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T
Hong Artha sendiri merupakan tersangka ke-12 setelah sebelumnya KPK menetapkan 11 orang lainnya. Dari 11 orang tersebut, 10 di antaranya sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara.
Penetapan status tersangka terhadap Hong Artha dilakukan pada 2 Juli 2019 lalu. Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka setahun silam, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hong Artha.
Kasus ini berawal dari penangkapan mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti pada 13 Januari 2016. Dalam kasus itu, Amran telah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider empat bulan kurungan, karena menerima Rp 2,6 miliar, Rp 15,525 miliar, dan SGD 202.816.
Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima SGD 278.700 dan Rp 1 miliar. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News