JEMBER, BANGSAONLINE.com - Dua warga Dusun Karang Paiton, Desa/Kecamatan Ledokombo, Jember, Jawa Timur, Muhammad (30) dan Yani (25) puluhan tahun hidup dalam kondisi disabilitas mental dan fisik. Puluhan tahun mereka hanya bisa hidup dengan berbaring lemah. Bahkan untuk makan dan buang air besar maupun kecil, hanya bisa dilakukan di pembaringan.
Keduanya diletakkan dalam ruangan berbilik pengap berukuran 3x4 meter yang didesain khusus untuk kamar mereka. Tempat tidur mereka dibuat berjajar, hanya berukuran 1x1,5 meter.
Baca Juga: Atasi Pembangunan Masyarakat, Para Stakeholder di Jember Diminta untuk Tingkatkan Koordinasi
Baik Muhammad maupun Yani hanya bisa menanti sisa hidup dengan kondisi berbaring tanpa bisa berbuat apa-apa. Bau pesing air kencing, dan kotoran BAB harus mereka rasakan jadi satu, tanpa bisa merasakan seperti apa segarnya udara luar.
Kondisi keluarga yang miskin, tidak bisa membuat mereka menuntut lebih. Sang ibu, Sutiya (74) dengan kondisi tua renta sudah puluhan tahun mengasuh anakanya, dibantu satu orang anaknya yang lain. Keluarga ini pun hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada.
Baca Juga: Bupati Hendy Ungkap Alasan Bikin Mars Jember: Bukan Buat Gagah-gagahan
"Yani dan Muhammad itu hanya bisa berbaring lemah dan karena sejak dilahirkan kondisinya begitu (disabilitas fisik dan mental), jarang bergerak, matanya tidak bisa melihat, kedua kaki dan tangannya mengecil, karena otot-ototnya jarang digunakan untuk aktivitas," kata seorang relawan sosial Siti Dwiana Atmawati saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (4/2/2020).
Wanita yang akrab dipanggil Wiwin ini menceritakan, saat dirinya berkunjung ke rumah Yani dan Muhammad, mereka hanya bisa diajak berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
"Hanya memekik tidak jelas, jika ingin mengatakan sesuatu. Muhammad kondisi fisiknya kotor, dan rambutnya gimbal karena setiap habis dibersihkan selalu ngesot, tidak mau pakai baju. Bisa bergerak, tapi ngesot itu. Sementara satunya lagi Yani, hanya bisa berbaring lemah dan kedua tangan serta kakinya mengecil, karena tidak bisa aktivitas itu," jelasnya.
Baca Juga: Hidup Sebatang Kara, Tunawicara, dan Lumpuh, Nenek di Jember ini Butuh Perhatian Pemerintah
(Sutiya dan putrinya. Tidak banyak yang bisa dilakukan mereka untuk merawat Muhammad dan Yani karena kendala biaya)
Keluarga pun sudah berupaya untuk kesembuhannya. Namun, faktor kemiskinan tidak bisa memaksa ibu mereka dan saudaranya berbuat maksimal. "Tapi apalah daya, karena keterbatasan ekonomi dan pengetahuan, hanya itu saja yang bisa mereka lakukan," tuturnya.
Baca Juga: Wabup Gus Firjaun Apresiasi Kunjungan Mensos Risma ke Kakak Adik Penderita Mikrosefalus di Jember
Dengan tidak bisa berbuat apapun, Muhammad (30) dan Yani (25) adiknya, hanya bisa pasrah berbaring di ruangan pengap tempat tinggalnya.
Kondisi fisik rumahnya dari gedek (anyaman bambu, red) dan ruangan tempat merawat dan tinggalnya sangat menyengat bau pesing dan pengap, karena tidak ada jendela di dindingnya.
"Rumahnya sangat tidak layak huni, ruangan kamarnya kurang lebih kalau tidak salah, 3x4 meter. Kemudian ditidurkan di bilik kecil beralaskan selembar perlak, yang sudah tak lagi utuh," katanya.
Baca Juga: Terkendala Biaya, Balita Hidrosefalus di Jember Butuh Uluran Tangan, Sang Ayah Hanya Bisa Pasrah
"Untuk membersihkan, desain alas tidurnya dari plesteran, yang didesain miring untuk mudah dibersihkan, dan kotorannya langsung mengarah ke sungai kecil," sambungnya.
"Lantai yang terbuat dari tanah menambah lembap kondisi biliknya itu. Aroma Pesing pun menyergam. Bagaimana tidak, dalam bilik kecil itulah mereka tinggal, tidur, makan, buang air pun di sana. Ya Allah," pungkasnya seraya berharap ada pihak yang berkenan untuk membantu keluarga tersebut. (ata/yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News