Oleh: M Mas’ud Adnan
BANGSAONLINE.com - Saya santri beruntung. Bukan saja karena alumnus Pesantren Tebuireng. Pesantren yang didirikan Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Ulama besar. Zuhud. Alim allamah. Pendiri Nahdlatul Ulama. NU.
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Tapi juga karena saya sering diajak diskusi oleh Gus Sholah: Ir KH Salahuddin Wahid. Cucu Hadratussyaikh. Adik kandung Gus Dur. Juga putra pahlawan nasional: KH A Wahid Hasyim.
Saya dekat Gus Sholah sejak 2006. Saat beliau mengasuh Pesantren Tebuireng. Gus Sholah cepat mengenal saya. Karena saya suka menulis. Di media massa. Gus Sholah baca tulisan saya. Kadang berkomentar. Gus Sholah menyarankan. Tulisan saya dibukukan.
Saya masih ingat. Ketika Gus Sholah menyebut nama saya. Di depan khalayak. Peserta seminar. Tentang ketokohan KH M Yusuf Hasyim. Di PWNU Jatim. Sejak itu saya sering diajak diskusi. Tentang NU. Tentang pesantren. Tentang masalah nasional.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Gus Sholah penulis produktif. Aktif menulis di media nasional. Kadang kirim tulisan kepada saya. Agar dimuat di HARIAN BANGSA. Koran saya. Saya taruh halaman strategis. Halaman satu. Banner atas.
Gus Sholah tokoh berkarakter. Penuh integritas. Berakhlak mulya. Yang penting lagi: anti korupsi! Beliau pernah ngudoroso kepada saya. Kenapa orang beragama masih korupsi. Ketika jabat di pemerintahan.
Gus Sholah pun mencari pola. Tentang cara mendidik santri. Agar kelak tidak korupsi. Beliau mengembangkan pola pendidikan karakter di Tebuireng. Terdiri dari berbagai varian: membangun integritas, akhlak dan ketulusan berjuang. Juga kedisiplinan. Ala milter.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Gus Sholah selalu memikirkan NU. Cita-cita dan obsesi beliau paling kuat: bagaimana NU bersih dari politik uang dan tak terlibat politik praktis. Gus Sholah bermimpi: NU dipimpin tokoh berkarakter, berakhlak mulya dan secara materi (duniawi) sudah selesai…! Tak mengejar uang. Tak mengejar jabatan. Tak mempolitisasi NU. Tak memanfaatkan NU. Untuk kepentingan pribadi.
Gus Sholah yakin. Jika NU dipimpin tokoh berkarakter, NU pasti bersih. Berwibawa. Bermur’uah tinggi. Tidak dibully. Tidak dicaci maki. Warga NU mandiri. Sejahtera. Kaya raya. Tidak tergantung pihak lain.
Dus, Warga NU terdepan. Baik dalam berbangsa. Maupun dalam beragama.
Baca Juga: Panas! Saling Sindir soal Stunting hingga 'Kerpek' Catatan Warnai Debat Terakhir Pilbup Jombang 2024
Apa bisa? Bisa! Karena PBNU hanya memikirkan warga NU. Kesejahteraan warga NU. Kecerdasan warga NU. Kemajuan warga NU. Tidak sibuk memikirkan dirinya sendiri. Urusan dunia sudah selesai. Urusan uang sudah selesai..!
Kata Gus Sholah: PBNU juga bisa fokus memikirkan kemajuan pesantren. Kualitas pesantren. Mengangkat derajat pesantren. Yang selama ini terabaikan.
PBNU juga bisa fokus: mengembangkan Aswaja. Ahlussunnah waljamaah. An-Nahdliyah. Seperti diajarkan Hadratussyaikh. Bukan ajaran lain. Atau terkontaminasi paham lain.
Baca Juga: Lazisnu Surabaya Jadi Perantara Kebaikan
Butir-butir pemikiran Gus Sholah itu sejatinya cita-cita warga NU. Itulah kenapa para ketua PWNU dan PCNU tertarik figur Gus Sholah. Gus Sholah sukses mimpin Pesantren Tebuireng. Bukan hanya santri membludak. Puluhan ribu santri. Tapi membangun sistem pendidikan unggul. Sehingga diterima di berbagai perguruan tinggi negeri favorit. Di dalam dan luar negeri. Di Unair, UB, UI, ITS, ITB, Undip, UIN, Universitas Al-Azhar Mesir, dan lainnya.
Juga mencetak ulama kitab kuning. Lewat Muallimin dan Ma’had Aly. Apalagi Tebuireng memiliki 15 cabang. Di seluruh Indonesia.
Maka banyak ketua PWNU dan PCNU berkhayal: NU maju pesat, warga sejahtera. Dalam waktu singkat. Di bawah tangan dingin Gus Sholah.
Baca Juga: Barisan Jawara Deklarasi Dukung Khofifah-Emil
Mereka pun sowan ke Gus Sholah. Mohon Gus Sholah maju sebagai calon ketua umum PBNU. Pada Muktamar ke-32 di Makassar. Maret 2010. Gus Sholah pun bersedia. Namun realitasnya tak mudah. Ada intervensi politik. Kekuasaan. Juga sikap pragmatis. Gus Sholah gagal. Cita-cita mulya warga NU berantakan.
Seminggu setelah Muktamar. Gus Sholah telepon saya. Beliau cerita siapa yang menjegal. Beliau sebut nama. Gus Sholah merasa didzalimi. Agak lama telepon saya. Biasanya singkat-singkat saja. Saya gemetar ingat itu.
Sejak itu Gus Sholah ngendika tak bakal maju lagi. Alasannya usia. Sudah sepuh. Itu dikatakan kepada saya. Kami kembali terlibat diskusi. Tentang masalah nasional. Tentang pesantren. Juga NU.
Baca Juga: Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan Jadi Tuan Rumah Monev Kanwil Jatim
Menjelang Muktamar NU ke-33 di Jombang. 2015. Gus Sholah kembali didesak. Kanan-kiri. Alasannya: untuk menyelamatkan NU. Para ketua PCNU dan PWNU sering berkumpul.
Saat itu saya santai saja. Saya tahu Gus Sholah tak bakal maju. Karena beliau pernah ngendika kepada saya. Tapi desakan makin deras. Saya kontak Gus Sholah. Beliau dalam perjalanan. Menuju Jawa Tengah. Diundang PCNU. Saya bertanya, apa benar Gus Sholah maju. Belum ada jawaban pasti.
Desakan makin deras. Gus Sholah tak bisa menolak. Makin banyak yang minta maju.
Baca Juga: Khofifah dan Eri Cahyadi Kompak Hadiri Ta’dzim Maulid Nabi Muhammad SAW di GBT
Suatu saat saya dan Gus Sholah terlibat diskusi terbatas. Juga para kiai lain. Di ndalem kasepuhan Tebuireng. Nah, saat itulah. Muncul pembahasan tentang politik uang. Yang menyebabkan Gus Sholah kalah. Apa respon Gus Sholah?
“Jarak tempat saya (kediaman Gus Sholah) dengan makam kakek saya (Mbah Hasyim Asy’ari) dan ayah saya (KH A Wahid Hasyim) hanya 40 meter. Kakek dan ayah saya pasti nangis, jika saya main uang dalam Muktamar NU,” kata Gus Sholah.
Saya terhenyak. Pernyataan itu disampaikan lagi. Di depan para alumni Tebuireng. Di Surabaya. Menjelang Muktamar NU di Jombang. Ketika alumni menawarkan sanggup cari sponsor.
Ironisnya. Masih ada pihak yang tega menuduh cucu Hadratussyaikh itu bagi-bagi laptop dan uang. Saat Muktamar NU di Jombang. Fitnah itu dimuat media nasional. Saya pun cari informasi. Ternyata laptop itu dari kandidat lain. Tapi si pemfitnah mengira dari Gus Sholah.
Saya makin mengagumi Gus Sholah. Kiai bersih. Tokoh berkarakter. Berakhlak mulya. Penuh integritas. Gus Sholah mewarisi akhlak KH A Wahid Hasyim dan Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari. Ayahanda dan kakeknya. Wallahu a’lam bisshawab.
Penulis, praktisi media, alumnus Pesantren Tebuireng dan Pascasarjana Unair
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News