GRESIK, BANGSAONLINE.com - Sejumlah pemerhati dan sejarawan di Kabupaten Gresik kembali menyorot kebijakan Bupati Gresik Sambari Halim Radianto yang memanfaatkan dana corporate social responsibility (CRS) perusahaan untuk membangun landmark.
Sebelumnya, sejumlah proyek landmark yang dibangun dari CSR perusahaan juga menuai sorotan. Di antaranya, landmark Keris Sumilang Gandring di perempatan Sentolang Kecamatan Kebomas dari CSR PT. Wilmar Nabati Indonesia (WNI).
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
Kemudian Landmark Tugu Kontak di perempatan Kebomas Kecamatan Kebomas dari PT. Smelting, dan landmark Gajah Mungkur di Perlimaan Sukorame Kecamatan Gresik dari PT. Petrokimia Gresik (PG).
Kini, giliran Landmark Gardu Suling (Garling) di perempatan Gedung Nasional Indonesia (GNI), tepatnya di pulau jalan Pahlawan yang disorot. Landmark itu dibangun dari dana CSR PT. PJB.
Gilang Adiwidya (45), Anggota Perkumpulan Kaum Giri/Makam Sunan Giri menyatakan bahwa kebijakan Bupati Sambari Halim Radianto membangun landmark Garling di perempatan GNI dari CSR tidak tepat.
Baca Juga: Kajari Gresik Sebut Sisa Anggaran CSR dari Perusahaan di Desa Roomo Tembus Rp11 Miliar
Sebab, di areal tersebut ada Gedung Nasional Indonesia (GNI) yang kondisinya sangat memprihatinkan. Ia menilai, seharusnya CSR itu dimanfaatkan untuk memugar GNI yang kondisinya mau ambruk.
"Padahal, GNI jelas-jelas sebagai gedung bersejarah dan tertuang dalam peraturan daerah (Perda) Nomor 27 tahun 2011 merupakan cagar budaya. Kok malah bikin landmark garling yang jelas tidak bermanfaat sama sekali," kata Gilang kepada BANGSAONLINE.com, Minggu (9/2).
Menurut Gilang, gardu suling adalah sirene pada zaman dulu sebagai tanda peperangan. "Sirene dulu kan tanda perang. Apa ini sebagai tanda perang Pilbup Gresik 2020 akan dimulai?," kelakarnya.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Beras CSR di Desa Roomo, Kejari Gresik Tahan Kades, Sekretaris, dan Ketua BPD
Gilang menilai Pemkab Gresik setengah hati dalam memberlakukan perda (Peraturan Daerah) tentang cagar budaya. Terbukti, banyak bangunan cagar budaya yang dibiarkan tak terurus.
"Justru saya kira terbalik cara berpikirnya Pemkab dengan membuat Landmark Gardu Suling di sebelah GNI. Padahal rencana perbaikan GNI itu sudah muncul sejak tahun 2014, tapi hingga sekarang tak diwujudkan," pungkasnya.
Sementara Sejarawan Gresik sekaligus Budayawan, Kris Aji AW menyatakan hal serupa. Ia bahkan menilai Pemkab Gresik di bawah kepemimpinan Bupati Sambari telah merubah sejarah melalui pembangunan landmark dari dana CSR.
Baca Juga: Kasus Dugaan Penyelewengan Dana CSR Beras: Kejari Gresik Periksa Kades Roomo, Sekdes Mangkir
Ia menyontohkan pembangunan Landmark Tugu Lontar di perempatan Kebomas. "Jadi perempatan Kebomas itu ada sejarahnya. Sampai sekarang orang mau ke Giri, baik naik ojek, lyn, atau lainnya ya tahunya turun perempatan Kebomas. Setelah dibangun Tugu Lontar, masak menjadi perempatan Lontar. Kan gak mungkin. Jadi salah kaprah dan tak sesuai sejarah-lah," katanya.
Kondisi serupa juga terjadi dalam pembangunan Keris Sumelang Gandring, di perempatan Sentolang. Kemudian, Gajah Mungkur, dan Garling.
"Jadi disebut Sentolang itu juga ada sejarahnya, gak mungkin menjadi perempatan Keris Semelang Gandring, Perlimaan Gajah Mungkur, atau Perempatan Garling. Ini jelas akan berimbas menghilangkan sejarah untuk anak cucu dan generasi penerus, sehingga mereka nanti tak tahu asal usul tempat yang dibangun landmark tersebut," pungkas ketua Yayasan Mataseger ini. (hud/ian)
Baca Juga: Kejari Gresik Periksa 8 Orang Buntut Dugaan Penyimpangan Beras CSR Desa Roomo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News