Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
81. Waqul jaa-a alhaqqu wazahaqa albaathilu inna albaathila kaana zahuuqan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.
TAFSIR AKTUAL
Tidak sama antara hukum patung sesembahan dan rumah ibadah, seperti gereja, kuil, dan sebangsanya. Patung, memang ada yang dihancurkan seperti pada fath Makkah, dan ada pula yang dibiarkan seperti milik kaum dzimmy ketika hidup damai era Madinah. Untuk rumah ibadah, ada perlakuan sendiri dari Allah SWT, seperti tertera pada surah al-Hajj: 40 sehingga nabi tidak menghancurkan dan tidak pula menyuruh menghancurkan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Seperti halnya para pendeta, suster, para wanita, orang tua, dan anak-anak, meskipun dalam situasi perang, mereka dilindungi dan tidak boleh dibunuh. Kecuali jika mereka terlibat langsung dalam peperangan atau terselubung seperti menjadi mata-mata atau komandan jarak jauh, termasuk penyandang dana dan provokator.
Para sahabat dan generasi berikutnya mematuhi aturan ini, termasuk Umar ibn al-Khattab yang menolak shalat di dalam gereja saat negeri itu ditaklukkan. Satu bangunan besar, al-masjid al-Umawy Turki yang dibelah dua, sebelah untuk masjid dan sebelah untuk gereja. Bagaimana soal umat Islam yang menjaga gereja? Inilah masalahnya dan penulis mengedepankan pandangan begini:
Pertama, pada dasarnya rumah ibadah itu suci dan mulia, dibangun untuk berinteraksi dengan Tuhan yang diyakini. Terhadap rumah ibadah agama lain, Islam punya sikap bijak. Bahwa bangunan gereja -misalnya- adalah benda mati, ruangan yang bermanfaat dan dimanfaatkan oleh siapa saja sesuai kemauan. Maka al-Qur'an melindungi, jangan dirobohkan.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Jika umat Islam yang menguasai, maka bangunan itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan agama atau kemanusian, pendidikan, balai palatihan, pengajian, bahkan sah dipakai untuk shalat berjamaah. Tidak sama dengan patung. Patung tetap patung, dan tetap eksis jika dipakai untuk sesembahan. Pada kondisi tertentu, patung Yesus bisa dihancurkan, tapi tidak gerejanya.
Kedua, perawatan gereja, penjagaan, keamanan, dan pelestariannya adalah tanggung jawab umat kristiani, bukan umat Islam. Pemerintah berkewajiban membantu dan melindungi. Ketika sesama manusia hidup berdampingan dalam damai, maka hak kemanusiaan melekat pada setiap individu, tanpa membedakan agamanya apa.
Jika nonmuslim dizalimi secara kemanusiaan, maka muslim wajib membantu. Jika mereka meminta tolong kepada kita, maka kita wajib memberi pertolongan. Terhadap anjing yang kehausan saja, kita diperintahkan memberi minum. Seperti kita diperbolehkan meminta tolong kepada mereka, saat kita sangat membutuhkan, "al-isti'anah bi al-kuffar".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kadang sebagian umat islam negeri ini bertindak over, terlalu berlebihan terhadap mereka, menjaga mereka saat melaksanakan peribadatan yang mestinya itu kewajiban pemerintah dan kewajiban mereka sendiri. Dan itu masuk akal dan wajar. Rumah-rumah sendiri, dijaga-jaga sendiri.
Ingat, dalam Islam, saat di sebuah tempat ternyata tidak aman bila kosong dan ditinggal pergi penghuninya, maka orang-orang tertentu diizinkan tidak datang ke masjid untuk shalat jum'ah. Harus ada di antara kita yang menjaga keamanan dan cukup shalat dhuhur saja. Pahalanya dihitung sama dengan mereka yang shalat jum'ah di masjid.
Jika muslim menjaga gereja atau rumah ibadah nonmuslim lainnya, maka - secara agama - timbul dua persoalan: Apakah itu bentuk kemansuiaan murni yang diperintahkan atau bentuk bantuan, bentuk dukungan terhadap kemusyrikan, atau kekufuran yang dilarang?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Kaedah fiqih memandu kita, bahwa sisi larangan yang lebih wajib diperhatikan, sehingga keimanan kita lebih bersih dari indikasi keburukan (dar' al-mafasid). Tidak ikut mendukung kemusyrikan lebih bagus, lebih terhormat di sisi Allah SWT. Allah a'lam.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News