NU-Ormas Islam Malaysia Sepakat Perangi Radikalisme Islam

SURABAYA (BangsaOnline) - Ulama Nahdlatul Ulama () dan tokoh Islam Malaysia sepakat untuk memerangi gerakan radikal Islam ekstrem yang kini mengglobal. Gerakan Islam ekstrem seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) perlu diberangus karena bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kesepakatan itu tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) antara dengan Universiti Tun Hussein on Malaysia (UTHM)-Majelis Agama Islam Johor, di Asrama Haji Surabaya, Selasa (23/12/2014). MoU dihadiri Ketum PB Prof Dr KH Said Aqil Siroj, pengurus teras PW Jatim, dan tokoh Islam Ahlussunnah waljamaah Malaysia.

KH Said Aqil Siroj dalam sambutannya mengatakan, Indonesia dan Malaysia saat ini memiliki problem sama dalam hal keagamaan. Kader dan aktivis Islam radikal dari dua negara serumpun ini seakan saling menyuplai dalam melancarkan gerakan ekstremnya. "Tapi sepertinya pentolan aktivis Islam ekstrem di Indonesia datangnya dari Malaysia. Seperti Dr Azhari dan Noordin M Top," katanya dengan nada guyon.

Aqil menjelaskan, Islam dan kebangsaan harus berjalan beriringan. Islam tanpa kebangsaan tidak akan berkembang, dan bangsa tanpa Islam akan kering-kerontang. "Jauh sebelum berdiri, Mbah Hasyim sudah memiliki visi jauh untuk membangun ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniyah," ujarnya.

Aqil mencontohkan bagaimana rapuhnya dunia Islam tanpa dibarengi kuatnya bangsa. Itu seperti yang terjadi di Timur Tengah yang tak pernah selesai dengan perang saudara. "Itu karena mereka tidak membangun visi kebangsaan. Islam, ya. Lalu apa yang bisa diharapkan dari kondisi Islam seperti di Timur Tengah," tandasnya.

Sinergi Islam dan kebangsaan, lanjut Aqil, dikembangkan oleh ahlussunnah wal jamaah (aswaja). Dalam sejarah peradaban Islam, itu dimulai oleh Hasan al-Bashri yang mampu menyambungkan firqah-firqah kelompok politik Islam dulu, yang dilegitimasi oleh paham keagamaan. "Di , itu dilanjutkan oleh Mbah Hasyim," kata guru besar Ilmu Tasawuf itu.

Sementara itu, YB Hj Abd Muthalib Abd Rahim, juru bicara dari Malaysia, mengatakan, selain bersilaturrahim, kedatangannya ke Indonesia untuk membicarakan isu-isu kekinian terkait gerakan kelompok-kelompok di luar ahlussunnah wal jamaah, seperti Syiah, Wahabi Salafi dan ISIS.

"Syiah dan Wahabi sudah bernegara. ISIS juga akan bernegara apabila kehadirannya diterima masyarakat yang tidak paham betul agama Islam," kata Muthalib. Ini, lanjut dia, tantangan besar yang harus dihadapi muslim Indonesia dan Malaysia ke depan.

Dia menjelaskan, di Malaysia ada kecenderungan gerakan Islam radikal menelusup melalui berbagai cara dan alat, termasuk media sosial. "Mereka masuk melalui NGO-NGO dan universiti. Bisa jadi suatu saat mereka akan masuk ke sekolah-sekolah dasar, atau kalau di Malaysia sekolah kebangsaan," tandas Muthalib.

Karena itu, ia dan tokoh dan akademisi muslim Malaysia belajar dan mengajak untuk memerangi gerakan Islam radikal, juga liberalisme Islam. Ia mengaku kagum dengan kemajuan aswaja di Indonesia, dengan pesantrennya yang tersebar di mana-mana. Itu menurutnya menjadi benteng muslim Indonesia dari serangan Islam ekstrem global.

"Dalam lawatan ini saya diberi informasi, bahwa ada 14 ribu pesantren ada di Indonesia. Itu lebih banyak dari jumlah masjid di Malaysia yang delapan ribu saja. Masjid di Indonesia juga banya, 80 ribu masjid. Mudah-mudahan semuanya itu sealiran, ahlussunnah waljamaah," ujar Muthalib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Gila NU dan Orang NU Gila, Anekdot Gus Dur Edisi Ramadan (16)':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO