Tanya-Jawab Islam: Hukum Perkawinan Jika Suami Murtad

Tanya-Jawab Islam: Hukum Perkawinan Jika Suami Murtad Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA.

>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, MA. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Tanya:

Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?

Assalamulaikum wr wb. saya mau tanya..ada sepasang suami istri namun di tengah perjalanan rumah tangga sang suami murtad dan tidak kembali ke agama islam lalu menghilang. Namun setelah 5 tahun, istri baru mengurus perceraian. Yang saya tanyakan, dimulai dari mana untuk perhitungan masa iddah sang istri. dimulai setelah akta cerai keluar dari pengadilan atau ketika suami murtad. Terima kasih saya sangat membutuhkan jawabannya. (arief di jambangan surabaya)

Jawab:

Dalam hukum fiqih, jika suami murtad di tengah-tengah masa perkawinan dapat diperinci menjadi dua kategori. Pertama, jika ia murtad sebelum dukhul (berhubungan badan dengan istri) maka terjadilah fasakh (batal) pernikahan demi hukum. Murtad dalam kategori ini, istri yang tetap muslimah ini tidak memiliki masa iddah dengan suaminya yang telah murtad itu. Artinya suami tadi tidak bisa kembali kepada istrinya sama sekali. Kalau talak itu perceraian, namun fasakh itu pembatalan pernikahan demi hukum. Tapi istri ini tetap memiliki iddah dengan orang lain yang akan menikahinya dihitung dari murtadnya mantan suami.

Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?

Alasan dari para ulama adalah bahwa orang murtad itu diqiyaskan dengan orang mati, dan orang mati bukan obyek untuk perkawinan. Allah juga berfirman, “Dan Janganlah kalian berpegangan dengan tali perkawinan dengan orang-orang kafir”. (Qs. Al-Mumtahanah: 10).

Kedua, jika ia murtad sesudah dukhul, maka pernikahannya ditangguhkan dahulu sampai masa iddah. Jika ia bersyahadat dan bertaubat, alias masuk Islam kembali di dalam masa iddah, maka perkawinannya masih sah dan tidak perlu memperbaharui akad nikah lagi.

Artinya belum terjadi perceraian. Namun, jika ia masuk Islamnya setelah masa iddah, maka sudah dianggap bercerai sejak ia murtad dan sudah dianggap jatuh satu talak. Jika ia ingin kembali, harus dilakukan akad pernikahan baru. (al-Mughni VI:639).

Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut

Walapun juga di sana ada ulama Hanafiyah yang berpandangan bahwa tidak ada bedanya ia murtad sesudah dukhul apa sebelumnya, pokoknya kalau murtad terjadilah fasakh (pembatalan) pernikahan. (Bada’i al-Shana’i II:337).

Dan Ibnu Taimiyah malah memiliki pandangan kebalikannya, bahwa seseorang yang murtad maka hukum perkawinannya ditangguhkan dulu, tidak fasakh, baik sudah didukhul ataupun belum. Beliau berdalih bahwa banyak di masa Rasul SAW orang yang murtad ketika kembali masuk Islam atau istrinya masuk Islam lebih dulu baru kemudian suaminya, mereka tidak dinikahkan ulang oleh Rasul SAW. (Mughni al-Mukhtaj III: 90).

Dari keterangan ini, masalah yang Bapak tanyakan di atas adalah masa iddah wanita itu tentu dihitung sejak suaminya murtad, bukan sejak mengurus perceraiannya di pengadilan. Sebab pada dasarnya pembatalan atau penangguhan pernikahan sehingga talak itu terjadi pada saat suaminya murtad, bukan pada saat istrinya mulai mengurus surat-surat. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO