Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
103. Fa-araada an yastafizzahum mina al-ardhi fa-aghraqnaahu waman ma’ahu jamii’aan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Kemudian dia (Fir‘aun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikutnya) dari bumi (Mesir), maka Kami tenggelamkan dia (Fir‘aun) beserta orang yang bersama dia seluruhnya.
104. Waqulnaa min ba’dihi libanii israa-iila uskunuu al-ardha fa-idzaa jaa-a wa’du al-aakhirati ji’naa bikum lafiifaan.
Dan setelah itu Kami berfirman kepada Bani Israil, “Tinggallah di negeri ini, tetapi apabila masa berbangkit datang, niscaya Kami kumpulkan kamu dalam keadaan bercampur baur.”
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL
Ayat sebelumnya mengangkat dialog nabi Musa A.S. dan raja Fir'aun, penguasa Mesir. Nabi Musa yang sudah dibekali Tuhan kedigdayan, asalnya minder, tapi akhirnya sangat pemberani. Musa bertindak dengan bijak dan perhitungan. Debat dengan Fir'aun tentang Tuhan sudah dilakukan, dan Fir'aun tersudut, lalu memaki-maki Musa sebagai tukang sihir.
Memang Fir'aun sangat berkuasa di negerinya, bahkan diberi sehat terus tanpa pernah flu sekalipun. Para dukun dan penyihir, apalagi pejabat dan pengawal, sangat mengelu-elukan Fir'aun, dan bahkan rela menyembahnya sebagai Tuhan kelas atas. Meski mereka melihat kejanggalan, arogansi, kebiadaban, tapi tetap saja berucap positif di hadapan Fir'aun.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Lalu ayat ini menuturkan, bahwa Fir'aun punya niat jahat hendak mengusir Musa dan semua pengikutnya dari bumi Mesir atau melenyapkan mereka. "Fa arad an yastafizzhum min al-ardl". Sayang, rencana tinggal rencana, Tuhan lebih cepat bertindak. Mereka ditenggelankan di laut Merah, semuanya. "fa aghraqnah wa man ma'ah jami'a".
Dari sisi sikap para pendukung Fir'aun, kita bisa ambil pelajaran, bahwa kita dituntut selalu punya pandangan obyektif. Memuji seseorang boleh, asal proporsional dan tidak berlebihan. Terlalu memuji itu bisa membutakan seseorang dari kejujuran, sama dengan terlalu membenci.
Apalagi pujian itu terkesan mengesampingkan kelebihan presiden pendahulu. Itu reporter penjilat dan tidak bermoral obyektif. Bayangkan, sampai gaya duduknya dipuji sebagai kaki lentur, sehat dll. Jokowi itu umur berapa, belum tentu bisa hidup seumur kiai Makruf. Pepatah agama mengatakan "Fa al-hayy la yu'man 'anh fitan" Orang yang masih hidup itu tidak ada jaminan aman dari ujian-ujian. Kadang lulus, kadang nyungsep.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Bal'am ibn Ba'ura, seorang sufi besar zaman Bani Israel dengan kesalihan tingkat tinggi. Na'udz bi Allah, akhir hayatnya lidahnya menjujur kayak anjing karena durhaka. Umar ibn al-Khttab, seorang kafir super beringas yang kurang selangkah saja hendak membunuh Nabi Muhammad SAW. Tiba-tiba menjadi muslim hebat dan bahkan pengganti Nabi.
Makanya, dalam penelitian ilmiah terkait studi tokoh yang masih hidup, perlu ada batasan waktu. Misalnya sampai tahun sekian, sampai tulisan ini diturunkan. Bisa jadi, seseorang sangat bagus, salih, tiba-tiba nyungsep karena sesuatu hal. Na'udzu bi Allah. Kayak zaman pak Soeharto dulu, para antek sangat loyal, memuji dan ikut menikmati. Begitu jatuh, mereka pura-pura lupa dan tidak merasa ikut berdosa. Pak Harto memang banyak jasa, tapi juga banyak dosa. Semoga diampuni oleh yang Mahakuasa.
Pak Jokowi memang punya kelebihan, tetapi kelebihan itu tidak bisa menafikan kelebihan orang lain. Ada apa di injury time kekuasaannya, tiba-tiba Jusuf Kalla menyatakan utang RI saat ini tembus angka 5.000 triliun rupiah. Lalu mengatakan: "itu tidak apa-apa". Semoga komentar itu bukan kalimat menghibur.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Pak Harto dulu ya membangun dan membangun, bahkan dinobatkan sebagai "bapak pembangunan". Ternyata, ujung-ujungnya membuat negeri ini terpuruk dalam krisis moneter super berat. Enak yang ngutang, lepas setelah menjabat, lalu "mati". Yang membayar?
Sejak RI lahir hingga akhir pemerintahan pak SBY atau selama kurun waktu 69 tahun, total utang negeri ini ada pada kisaran 2.800 triliun. Jadi, utang baru periode Jokowi ini atau selama lima tahun terakhir sama dengan 2.200 triliun. Hebat, Jokowi benar-benar presiden yang juara ngutang.
Dalam Islam, Rasulullah SAW mengajari kita agar serius berdoa: "semoga dilindungi dari lilitan utang (a'udzbik min ghalabah al-dain) dan tekanan debt collector (qahr al-rijal). Semoga negeri ini bebas dari lilitan IMF, dan rentenir lain.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Untuk itu, dalam alam demokrasi, wajib ada partai oposisi yang sehat dan penyeimbang, mengoreksi dan memberi solusi. Oposisi itu mulia dan berpahala karena selalu memberi tausiah. Ya, tapi kering dan gak dapat kue apa-apa, dan gak apa-apa.
Partai politik yang banci dan tidak jelas arah, mudah tergiur oleh manisnya kue kebinet, itu partai politik yang tidak bermartabat dan tidak punya harga diri. Paribasan Jowo bertutur: "nyonyolke awak, witing rusake awak". Mayok-mayok, mendekat-dekatkan diri kepada seseorang demi mendapat apa-apa, itu sama saja dengan tindakan awal merusak diri sendiri.
Ayat berikutnya (104) menjelaskan, bahwa setelah Fir'aun dan tentaranya ditenggelamkan di laut Merah, maka Bani Israel yang selamat karena setia kepada nabi Musa A.S. dinasihati agar kembali menempati rumah tinggal mereka seperti sedia kala, yakni Mesir dan Syam atau Siria dan sekitarnya. "wa qulna min ba'dih li Bani Israil uskunu al-ardl".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Di sini terbaca bahwa era dakwah nabi Musa A.S. itu tidak mulus. Ada tantangan ekternal, yaitu tirani dan kekejaman raja Fir'aun dan kebandelan masyarakat Israel sendiri yang super cerewet dan suka menuntut. Untuk Fir'aun, finally, Tuhan sendiri yang mengatasi dan beres. Musa sekadar mekanisme yang disiapkan, tapi sejatinya dia tidak mampu apa-apa. Sedangkan menghadapi umat cerewet, silakan Musa menyikapi sendiri. Justru ini yang terlama dan tersulit.
Pada penyikapan ini, seorang Rasul dibekali dengan sifat-sifat fisik yang bagus, karakter ulet, pengampu, dan pemandu. Meski begitu, untuk Bani Israel ini ada warning cantik, di mana masing-masing manusia, baik periode lama atau baru, kelak di akhirat digiring di hadapan Tuhan secara bersamaan dan berjubel. Masing-masing sudah sangat berat memikirkan nasibnya sendiri-sendiri. Sehingga tidak sempat saling bertegur sapa.
Pelajaran yang bisa diambil ialah: pertama, bahwa menghentikan pengganggu dakwah islamiah itu lebih utama harus diselesaikan lebih dahulu. Fir'aun dulu dihabisi, baru kehidupan umat ditata. Zaman penjajah, kiai pondok pesantren dihadapkan pilihan, ngaji secara istiqamah atau angkat senjata melawan Belanda? Jawabnya, perang lebih wajib dari pada mengaji. Maka ada fatwa resolusi jihad sebagai berhukum fardlu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Kedua, menyangkut-nyangkutkan urusan akhirat dalam kerja dakwah adalah bentuk "tasliyah", menghibur para utusan agar tidak stress, mengetahui batasannya sebagai Rasul, yaitu cukup berdakwah secara baik dan serius saja. Urusan berikutnya, itu ototrita Tuhan kelak, di akhirat nanti. Allah a'lam.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News