Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
8. Wa-innaa lajaa’iluuna maa ‘alayhaa sha’iidan juruzaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.
TAFSIR AKTUAL
Ayat sebelumnya bertutur tentang bumi yang amat subur, produktif dan nikmat. Kekayaan bumi dengan segala macamnya disediakan buat umat manusia. Semua itu bukan sekadar untuk dinikmati, melainkan sebagai ujian bagi mereka. Siapa yang terjerat di dalam kemewahan, maka neraka balasannya. Siapa yang memanfaatkan untuk akhirat dengan mengambil dunia secukupnya, maka surga tempat tinggalnya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Ayat studi ini mengimbangi paparan bumi mewah tersebut dengan mengedepankan, bahwa Tuhan juga menjadikan bumi ini penuh tanah, debu, tapi tandus dan tidak produktif. Tiada pepohonan, tanaman maupun rerumputan yang bisa tumbuh di atasnya. Manusia bisa mati kelaparan di situ. Apa maunya Tuhan dengan kalam-Nya ini?
Pertama, tamsilan teologis yang sarat makna, bahwa bumi subur dengan segala hiasannya adalah hidup di dunia yang penuh servis dan kemewahan. Semelarat apapun seseorang, masih saja ada yang bisa dimintai tolong. Selapar apapun seseorang, masih ada yang memberi makan. Sedahaga apapun seseorang, masih ada harapan memenukan air.
Sedangkan bumi tandus (sha'ida juruza) adalah tamsilan kehidupan akhirat nanti. Di mana seluruh penjuru yang dipandang adalah hampa, tiada air, dan tiada apa-apa. Masing-masing manusia mesti menerima balasan dari perbuatannya sendiri. Beruntung bagi yang shalih, dan petaka bagi yang durhaka. Tidak ada satu pun yang mau membantu, meski itu anak atau orang tua sendiri. Ya, karena semua butuh, karena semua sangat mengharap dikasihani.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Kedua, bahwa nasib orang di dunia itu tidak sama. Ada yang seperti tanah subur, punya rezeki banyak dan bermewah-mewahan, padahal dia hobi berdosa. Ya, tapi tanggungtawabnya di akhirat nanti sangat besar dan amat berat. Ada juga yang ditakdirkan seperti tanah tandus, rezekinya terbatas, tidak pernah merasakan kemewahan. Padahal dia sangat shalih. Tapi di akhirat nanti risikonya sangat sedikit dan ringan. Jika dia sabar dan ikhlas, maka pintu surga terbuka baginya.
Lihatlah orang yang bepergian jauh. Turis yang bodoh, maka segala perlengkapan, dari koper, tiket, dan lain-lain dibawa sendiri, segalanya diurus sendiri dengan susah payah, dan hasilnya sangat terbatas. Tidak sama dengan turis yang pintar, segalanya diserahkan kepada travel yang terpercaya. Dibayar lunas di rumah, dan bepergian sudah ada yang memandu. Di tempat wisata, semuanya sudah tersedia dan tinggal menikmati.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News