Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
11. Fadharabnaa ‘alaa aadzaanihim fii alkahfi siniina ‘adadaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu, selama beberapa tahun.
12. Tsumma ba’atsnaahum lina’lama ayyu alhizbayni ahsaa limaa labitsuu amadaan
Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara ke dua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
TAFSIR AKTUAL
Para pemuda goa itu berhasil selamat dari kekejaman raja kafir yang jahat. Mereka bersembunyi di dalam goa dan beristirahat di sana. Lantas, ayat kaji ini mengungkap langkah Tuhan berikutnya, yakni menutup pendengaran mereka sementara. Mereka tidak bisa mendengar suara apa-apa yang terjadi di sekitarnya. "fa dlarabna 'ala adzanihim fi al-kahf". Tindakan Tuhan ini adalah wujud dari terkabulnya doa mereka sebelumnya.
Akibatnya, jiwanya sangat tenang bak gadget yang di-silent-kan. Nah, di situlah awal Tuhan menidurkan mereka di dalam goa tersebut, lelap sekali, hingga berlangsung beberapa tahun nonstop "sinin a'dada".
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Ayat ini membuat kalangan ilmuwan arab terkagum-kagum, betapa al-qur'an mengunggah, bahwa telinga atau pendengaran adalah jendela utama dari jiwa manusia. Pada konteks ini, pendengaran digarap duluan oleh Allah SWT sebagai saklar menghidupkan dan mematikan. Dengan tidak bisa mendengar apa-apa, maka itu awal tidur dimulai. Jika masih mendengar, maka belum tidur. Tuhan tidak mengatakan "kami tidurkan" tapi mengatakan "kami buntu telinga mereka".
Dari sini, ulama' fiqih membuat rumus tentang tidur yang dianggap membatalkan wudlu dan yang tidak. Jika seseorang punya wudlu alias suci dari hadas kecil, lalu mengantuk berat dan riyep-riyep, apakah wudlunya batal atau tidak?
Ayat ini rujukannya. Bila dia tidak mendengar apa-apa sama sekali, maka wudlunya batal. Berarti dia benar-benar tidur dan akalnya, indranya, juga benar-benar OFF. Tapi jika masih mendengar suara di sekitarnya, meskipun tidak jelas dan tidak pula bisa dimengerti, maka tidak membatalkan wudlu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
"fa dlarabna 'ala adzanihim". Telinga yang dibuntu oleh Tuhan perspektif sufistik beda lagi. Kaum sufi memaknainya dengan telinga seorang muslim yang tidak mendengar apa-apa ketika tidur lelap semalam suntuk. Mereka tidak mendengar panggilan Tuhan agar segera bangun malam dan shalat tahajjud. Telinga budeg begini ini disindir oleh Rasulullah SAW sebagai telinga yang penuh dengan air kencing syetan "Dzak al-rajul bal al-syaithan fi udzunih" (Hadis Shahih).
Sisi lain, pendengaran sungguh vital dalam mengakses informasi, membuat manusia berpengetahuan atau tidak berpengetahuan. Mata yang buta memang mengganggu, tapi tidak fatal. Dunia ini mencacat banyak sekali orang yang cacat netra tapi sehat pendengaran. Mereka pandai, bijak, menjadi ulama besar, bahkan menjadi kepala negara.
Abdullah ibn Abbas, saudara sepupu Rasulillah SAW yang pernah dido'akan oleh Nabi menjadi ilmuwan tafsir al-qur'an papan atas. Dan benar-benar terbukti. Tapi, pada masa tuanya dia buta karena senjata musuh mengenai matanya saat berperang. Mengeluhkah dia?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Sama sekali tidak. Ibn Abbas berikrar di hadapan Tuhan: "Ya Tuhan, Engkau telah megambil penglihatan mataku. Aku sangat terima kasih Engkau telah menyisakan mulutku, pendengaranku, dst. Aku masih bisa mendengar firman-Mu, masih bisa menyampaikan pesan suci-Mu dan masih bisa juga berjalan menuju majelis ilmu dengan kakiku.
Dan setetah mereka tertidur lelap, lalu Tuhan membangunkan mereka kembali agar tanda kebesaran Allah nampak dan menjadi peringatan bagi umat manusia. Kira-kira seperti itu pesan ayat berikutnya (12). Dalam ayat disebutkan "al-hizbain" dua kelompok. Mufassirin bersilang pendapat tentang siapa mereka dan apa hubungannya dengan kisah ini.
Pendapat paling umum adalah, bahwa kelompok pertama adalah rombongan pemuda goa itu sendiri dan kelompok kedua adalah orang kampung di mana pemuda-pemuda itu dulu bertempat tinggal. Mereka dibangunkan atau muncul kembali setelah ratusan tahun menghilang. Hal itu tentu sangat mengejutkan semua pihak.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tidak masuk akal, itu pasti. Fantastis, memang iya. Semua ini nyata dan terbukti. Inilah kekuasaan Tuhan yang didemonstrasikan sebagai pelajaran bagi semua titah, bahwa Allah SWT itu mampu segala-galanya. Tuhan selalu menolong hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya, selalu menjawab permohonan hamba-Nya yang tersayang.
Dua ayat ini sesungguhnya kayak semacam pengantar atau introduction, di mana Tuhan hanya mengkisahkan secara global saja. Selanjutnya, Tuhan akan mengkisahkan kembali pemuda goa ini dengan lebih lengkap dan detail. Seperti identitas mereka, jumlah personal mereka, berapa lama tidur di dalam goa, keadaan saat tidur seperti apa, keadaan anjing mereka dan sebagainya. Dan kisah selengkapnya dimulai dari ayat berikut ini.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News