Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
15. Haaulaa-i qawmunaa ittakhadzuu min duunihi aalihatan lawlaa ya/tuuna ‘alayhim bisulthaanin bayyinin faman azhlamu mimmani iftaraa ‘alaa allaahi kadzibaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Mereka itu kaum kami yang telah menjadikan tuhan-tuhan (untuk disembah) selain Dia. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka)? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
TAFSIR AKTUAL
Ayat studi ini (15) menegaskan betapa Tuhan serius meminta argumen logis sekaligus pertanggungjawaban para penyembah berhala. Kenapa sampai melakukan sembah kepada selain Allah? Arahnya jelas, agar Tuhan punya alasan juga untuk menyiksa mereka nanti, manakala tuntutan tak terpenuhi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Hari ini para pengabdi pendidikan sedang dirundung perkoro, terkait tiga guru yang diditetapkan sebagai tersangka tragedi susur sungai di Sleman Yogyakarta yang menewaskan 10 siswa. Guru pembina kegiatan pramuka itu dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga menghilangkan nyawa orang lain.
Bukan perkara hukumnya, tapi kelakuan oknum aparat, entah itu polisi atau siapa itulah yang sangat menyakitkan. Tiga guru itu digunduli, bercelana pendek, dan digirirng polisi sembari berjalan tanpa alas kaki layaknya bajingan jalanan, begal, atau pembobol ATM. Sementara para koruptor yang mahabajingan, meskipun pakai rompi tahanan, tapi tetap tampil elegan dan mewah. Kenapa aparat setempat tega melakukan hal demikian, kira-kira:
Pertama, pandangannya terhadap profesi guru sangat minor. Baginya, jabatan guru itu rendahan, tak sehebat kepangkatan di lingkupnya sendiri. Oknum itu lupa, bahwa dia bisa berhasil menjadi pejabat itu berkat didikan dan jerih payah guru.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Kedua, duit menjadi ukuran derajat seseorang. Pandangan ini seirama dengan pandangan oknum atasannya di sono. Lihat, meski di dalam penjara, koruptor berduit bisa merenovasi kamar sekelas hotel, bisa ke mall kayak ibu-ibu,dan bisa pula plesiran kayak turis. Sementara guru pramuka gak gablek duit dan pas-pasan, jadi gak bisa dipanen.
Ketiga, oknum itu sungguh sangat rendah akhlaqnya dan buta hatinya, sampai tidak bisa membedakan antara guru yang lalai denga bajingan yang sengaja berbuat jahat. Dalam hukum, lalai tidak sama dengan kejahatan yang disengaja. Monggo diadili, tapi akan lebih beradab dan lebih bermoral jika tidak dibotaki. Tiga guru tersebut pasti sudah punya jasa banyak untuk negeri ini dan ke depan tetap diharap ilmunya.
Keempat, penggundulan terhadap guru tersebut adalah bukti nyata bahwa aparat pelaku itu telah main hakim sendiri, sekaligus melanggar hukum etik. Sekelas aparat, mestinya mengerti bahwa sebelum ada vonis bersalah dari pengadilan, tidak seorang pun boleh menghakimi. Maka baik penggundul atau yang memerintahkan menggunduli, layak dituntut ke meja pengadilan pula.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Sampai hari ini, tidak ada yang menyatakan bertanggungjawab atas penggundulan tersebut. Padahal, hak guru dalam perlindungan hukum harus diberikan sesuai UURI No. 14 tahun 2005. Kita tidak membela orang yang salah, tapi kita menuntut keadilan dan perlakuan yang beretika.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News