Tafsir Al-Kahfi 16: Musyrik itu Tradisi (?)

Tafsir Al-Kahfi 16: Musyrik itu Tradisi (?) Ilustrasi berhala. foto: Busy

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

16. Wa-idzi i’tazaltumuuhum wamaa ya’buduuna illaa allaaha fa’wuu ilaa alkahfi yansyur lakum rabbukum min rahmatihi wayuhayyi’lakum min amrikum mirfaqaan

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.

TAFSIR AKTUAL

Ayat sebelumnya (15) bertutur tentang tuntutan Tuhan terhadap mereka yang menyembah berhala, bahkan terhadap berhalanya sekalian. Mereka dituntut memberi alasan yang jelas, yang diterima akal, mengapa menyembah berhala dan mengapa si berhala itu mau disembah.

Berhala adalah apa saja, siapa saja yang disembah selain Allah SWT, termasuk manusia. Manusia menyembah manusia. Tentu tidak bisa meberi alasan yang benar. Yang ada hanya ngarang dan kebohongan belaka. Karena syarat mutlak bagi Tuhan adalah Maha Pencipta, bisa mencipta, bukan dicipta.

Dan ayat studi ini membicarakan pemuda goa (ashab al-kahfi) yang menghindari komunitas kafir dan sesembahannya. Lalu pergi ke goa terpencil demi menyelamatkan diri dari kekejaman mereka. Dan benar, Tuhan melindungi dengan cara-Nya sendiri.

Al-Imam 'Atha' al-Khurasany membaca ayat ini dari perspektif teologis terkait tradisi keimanan umat masa lalu. Bahwa pola kemusyrikan itu sejak dulu ada, bahkan tradisinya demikian. Artinya, ya menyembah Allah SWT dan menyembah lain-Nya pula.

Zaman nabi Nuh A.S. misalnya, kaum Nuh sangat mengerti Allah SWT, tapi juga mengkoleksi berhala sesembahan, bahkan lebih dari satu. Ada berhala bernama Wadd, Shuwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr. Perhatikan pula zaman nabi Musa A.S. dan zaman nabi Isa, anak lelaki Maryam A.S. Mereka mengerti Allah, tapi musyrik.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO