Tafsir Al-Kahfi 19-20: Ibadah, Mendaftar Barang yang Hendak Dibeli

Tafsir Al-Kahfi 19-20: Ibadah, Mendaftar Barang yang Hendak Dibeli Ilustrasi

Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*

19. Wakadzaalika ba’atsnaahum liyatasaa-aluu baynahum qaala qaa-ilun minhum kam labitstum qaaluu labitsnaa yawman aw ba’dha yawmin qaaluu rabbukum a’lamu bimaa labitstum faib’atsuu ahadakum biwariqikum haadzihi ilaa almadiinati falyanzhur ayyuhaa azkaa tha’aaman falya/tikum birizqin minhu walyatalaththhaf walaa yusy’iranna bikum ahadaan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.

20. Innahum in yazhharuu ‘alaykum yarjumuukum aw yu’iiduukum fii millatihim walan tuflihuu idzan abadaan

Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

TAFSIR AKTUAL

Ketujuh, selektif dalam memilih makanan. Termasuk di dalamnya membeli makanan yang terbaik. "..fal yandhur ayyuha azka tha'ama". Ayat ini mengajari kita bagaimana memilih makanan yang baik, sekaligus cerdas dalam berbelanja. Konteksnya memang masalah makanan. Belilah makanan yang terbaik (azka tha'ama). Yaitu makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, oleh kesehatan, bukan yang diingini oleh selera. Yaitu makanan bergizi, bersih dan sehat. Sebagai seorang muslim, tentunya yang "halala - thayyiba", halal dan bagus.

Era kuliner, kebanyakan penduduk negara berkembang lebih mengedepankan rasanya, uenaknya, ketimbang manfaatnya. Untuk itu, diupayakan memasak yang sehat sekaligus enak. Tidak sama dengan di negara maju. Ibu-ibu rumah tangga menyajikan makanan sehat untuk keluarga. Kalau pingin makan enak, ya ke restoran.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

"azka" (bersih, suci). Kata ini biasanya dipakai untuk kesucian dan kebersihan jiwa. Seperti perilaku taqwa, pemaaf, jujur, sosial, dsb. Tapi di sini dipakai untuk sifat makanan. Artinya, hendaknya orang beriman tidak sekadar makan kenyang, memenuhi kebutuhan hidup dan selera, tetapi diarahkan lebih kepada manfaat agama. Makanan itu menjadi energi untuk beribadah dan meningkatnya ketaqwaan kepada Allah SWT. Energi bagus menghasilkan perilaku bagus.

Dan justru inilah yang membedakan antara makanan yang dikonsumsi oleh orang beriman dan orang tidak beriman. Sehat memang penting dan sangat penting. Tapi, setelah sehat, what next? Untuk apa? Jika hanya untuk kenyamanan, santai, dan kesenangan, lalu apa bedanya dengan hewan? Kehidupan hewan adalah menikmati makan dan bersenang-senang.

Justru Rasulullah SAW memberi peringatan keras terhadap orang yang sehat (al-shihhah) dan menganggur (al-faragh). Sehat dan nganggur, tidak beraktivitas adalah bencana bagi umat manusia, maka harus dihindari. Menurut jurnal amal, dibanding sehat dan nganggur, lebih baik sakit dan beristighfar.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Untuk itu, berhati-hatilah jika anda telah diberi Tuhan bisa mengonsumsi makanan sehat, bisa olah raga teratur, hingga kesehatan badan anda prima. Jika kesehatan itu anda gunakan untuk meningkatkan amal taqwa, maka anda termasuk hamba-Nya yang bersyukur, tentu Tuhan sangat senang. Sebaliknya, jika kesehatan itu hanya digunakan untuk santai, berhibur, apalagi maksiat, maka anda tahu sendiri bagaimana perasaan Tuhan.

Kedelapan, cerdas berbelanja, (.. fal yandhur). Katanya "wanita Indonesia itu paling pandai berbelanja". Sindirnya, wanita itu lebih pandai membelanjakan daripada mencari uang. Rasanya, rata-rata wanita di dunia, ya seperti itu. Meskipun ini tidak mutlak benar, setidaknya bagus untuk dipetik sebagai nasihat.

Di televisi, utamanya menjelang hari raya, sering tayang acara "belanja cerdas". Narasumbernya menganjurkan mencatat lebih dahulu barang-barang yang mesti dibeli, detail dan pasti. Tentunya yang perlu dan dibutuhkan dan sesuai dompet. Kritiknya, bahwa sering kali kita tergoda oleh aneka barang yang ditawarkan, apalagi ada diskonan. Jadinya, malah lupa membeli barang yang diperlukan.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata

Sungguh benar Tuhan menyindir: "... fal yandhur", (berpikir-lah). Berpikir sebelum membeli. Maka tidak berlebihan bila diambil pelajaran, bahwa "mencatat barang belanjaan sebelum belanja, termasuk bagian dari ibadah". Ya, karena demi menghindari kemubadziran. Orang bijak itu membeli barang yang dibutuhkan, bukan yang diingini.

Kesembilan, pemimpin itu lebih mengutamakan anggota, rakyat daripada diri sendiri. "... falya'tikum bi rizq minh". Hendaknya dia (Tamlikha) datang membawa makanan untuk kalian. Ini ucapan tetua ashabul kahfi, sebut saja Muksalmina. Dia berkata kepada anggota termuda (Tamlikha) agar pergi ke kota/desa untuk membeli makanan. Kata "Kum", dlamir jamak artinya "kamu semua". Mukaslmina tidak berkata "NA" (falya'tiNA) yang artinya "kita", membeli makanan untuk kita.

Artinya, makanan yang hendak dibeli oleh Tamlikha itu diperuntukkan lebih dahulu buat adik-adiknya, anggotanya. Setelah dirasa cukup, maka baru dirinya makan. Hal itu karena Muksalmina mengantisipasi kalau-kalau porsi makanan yang dibeli Tamlikha tidak cukup, mengingat kondisi rumah makan yang ada di desa belum tentu punya stok memadai.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman

Alasan lain, juga karena waktunya sudah sore hari, di mana tradisi setempat, warung-warung hanya buka pada siang hari saja. Kalau mau sehat ya sebaiknya begitu. Kalau sudah malam, ya jangan makan berat. Untuk apa memenuhi perut dengan makanan, tapi setelah itu tidur. Pasti tidak sehat.

Muksalmina sungguh pribadi pemimpin yang sejatinya, bukan yang tampilannya. Sanggup berlapar-lapar saat krisis demi umat, sanggup memberikan nasi saat rakyat lebih membutuhkan.

Ketika bahan pokok mulai susah didapat di Madinah, sebagai khalifah (kepala negara) Umar ibn al-Khttab sangat sibuk mengupayakan pengadaan pangan dengan mengimpor kurma, gandum, dan lain-lain. Seharian mengurusi pangan rakyat, hingga lupa makan dan perutnya berontak keroncongan berkali-kali.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Subhanallah, kepada perutnya sendiri sayyiduna Umar R.A. membentak: "Hai perut, diam kau! Aku tidak akan memberimu makan, sebelum rakyat makan". Betul-betul perutnya diam dan betul-betul beliau tidak makan, tapi tetap sehat dan beraktivitas. Itu bisa terjadi karena tingginya jiwa "Lillahi ta'ala". Jika negeri ini lockdown karena Corona, kira-kira mana yang lebih tercukupi dengan bahan pokok: pasar rakyat atau dapur istana?

Kesepuluh, bertindak taktis, senyap dan mengena. "wal yatalattaf wa la yusy'irann bikum ahada". Muksalmina, sang tetua ashabul kahfi memberi arahan strategik, agar si Tamlikha yang pergi ke kampung membeli makanan bersikap biasa dan membaur layaknya penduduk setempat.

Sekali-sekali jangan sampai ada gerakan, sikap atau gelagat yang mencurigakan hingga mengundang perhatian orang. Jika saja si Tamlikha atau siapa saja sampai diketahui bahwa dia termasuk anggota ashabul kahfi yang buron, maka akan ditangkap oleh penguasa. Bisa jadi disiksa atau dipaksa murtad. Jika sudah begitu, habislah kita. "... innahum in yadhharu 'alaikum yarjumukum aw yu'idukum fi millatihim wa lan tuflihu idza abada".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani

Ayat ini sungguh panduan mengatur langkah strategik sehebat mungkin agar target bisa dicapai dengan menekan risiko serendah-rendahnya hingga pada titik NOL. Strategi macam begini biasanya ada di dunia intelejen, militer, termasuk politik, dan sebangsanya.

Meskipun sudah di-briefing sedemikian rupa dan instruksi sudah dilaksanakan secara sempurna, tapi ada yang tertinggal dan tidak pernah terpikirkan oleh sang pemimpin, Muksalmina. Memang akting dilakukan secara sempurna, gerak tubuh tidak ada yang dicurigai, tetapi uang logam yang disodorkan sebagai pembayaran makanan tidak dikenali oleh penjual.

Mendadak menjadi pembicaraan heboh di tempat itu, karena uang logam tersebut sudah sangat antik, era raja zalim yang berkuasa lebih dari 300 tahun yang lalu. Dan kini zaman telah berubah. Semua memandangi Tamlikha dengan berbagai ekspresi: "dari mana dia dapat ini. Dia ini siapa, dll". Termasuk yang berprasangka buruk karena dianggap main-main atau mau menipu. Tamlikha hanya diam dan tidak menegerti apa yang mereka bicarakan.

Al-qur'an tidak mengisahkan lanjutannya karena al-qur'an bukan buku cerita, novel, atau komik. Hanya sebagian diungkap singkat dalam kisah israiliyah. Bahwa, setelah identitas mereka terbongkar sebagai kelompok pemuda yang lari ke goa demi mempertahankan keimanan dan tinggal di dalamnya selama 309 tahun, lalu Allah SWT segera mefawatkan mereka.

Sengaja Allah SWT mendemonstrasikan sebagian kekuasan-Nya di pentas sejarah manusia agar mereka beriman. Dan itulah arahnya. Allah a'lam. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO