SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Prof. Dr. KH. Rochmat Wahab menilai bahwa kalimat sami’na waatha’na yang kini sangat populer di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU) cenderung disalahartikan. Menurut dia, sebagian kalangan beranggapan bahwa sami’na waatha’na (kami mendengar, kami taat) itu seolah tak boleh bersikap kritis.
“Sami’na waatha’na itu itba’, bukan taqlid,” kata Prof Dr Rochmat Wahab kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (11/6/2020).
Baca Juga: Digawangi Perempuan Muda NU, Aliansi Melati Putih se-Jatim Solid Menangkan Khofifah-Emil
Kiai Rochmat Wahab menyampaikan itu merespons tren budaya kritis yang berkembang di lingkungan NU, terutama anak-anak muda yang berlatar belakang perguruan tinggi.
“Itba’ itu artinya mengikuti, tapi tahu rasionalitasnya, tahu alasannya. Sedang taqlid mengikuti tapi tidak tahu rasionalitasnya,” kata mantan Ketua Tanfidziah PWNU Yogyakarta itu.
Karena itu, tegas Prof Rochmat, sikap kritis tidak dilarang. Sebaliknya, justru harus ditumbuhkan lewat iklim yang sehat. “Orang yang kritis itu justru punya nilai di atas rata-rata orang lain, karena dia inovatif,” tegas mantan Ketua Forum Rektor Indonesia itu.
Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT
Karena itu, ia minta para elit NU struktural tidak phobi dan apriori terhadap munculnya kritik dari anak-anak muda NU. “Selama ini kalau ada kritik cenderung dimatikan, tidak diberi akses,” katanya.
Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu juga mengungkapkan bahwa kini era sudah berubah. Tradisi keilmuan dan intelektual NU tidak hanya berbasis di pondok pesantren, tapi juga di perguruan tinggi.
“Jadi sekarang basis keilmuan NU melebar. Karena itu pondok pesantren dan perguruan tinggi harus bersinergi,” harapnya. Karena itu ia minta para elit NU peduli terhadap kader NU yang kini tumbuh subur di lingkungan perguruan tinggi.
Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah Pilar Kemajuan Bangsa dan Umat
Ia menegaskan, kini banyak sekali kiai intelektual cerdas di lingkungan NU. Begitu juga kader NU yang bergelar doktor dan profesor.
Menurut dia, munculnya Gus Baha’ membuat kelompok Islam lain mengakui bahwa kader NU banyak yang mumpuni. “Padahal di lingkungan NU masih banyak sekali kiai-kiai muda lebih pintar dari Gus Baha’ tapi tidak atau belum muncul ke publik, karena tak diberi akses oleh elit NU,” tegas Kiai Rochmat Wahab. (MMA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News