SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara pada seminar yang digelar oleh The International Institute for Justice and the Rule of Law (IIJ). Seminar yang digelar secara virtual ini bertajuk "Peran Pemimpin Lokal dalam Merespon Serangan Terorisme".
Pada kesempatan itu, Wali Kota Risma bersanding satu panel dengan dua narasumber yakni Direktur Unit Anti-Radikalisasi Pemerintah Kota Brussels Belgia, Hadeline Feront, dan Manajer Strong Cities Network (SCN) Inggris, Marta Lopes.
Baca Juga: One Voice SMPN 1 Surabaya Raih Juara Dua Kategori Bergengsi di SWCF 2024
Sebenarnya, kegiatan tersebut dilaksanakan pada 11–13 Maret 2020 lalu di Malta. Namun, karena pandemi Covid-19 ditunda dan diputuskan berlangsung via daring, sehingga Risma memberikan paparannya di rumah dinas Wali Kota Surabaya.
Dalam seminar itu, Risma memaparkan peran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menangani kasus bom yang terjadi pada tahun 2018 silam. Pada saat kejadian itu, ia langsung berkeliling mendatangi gereja selama dua hari berturut-turut. Menurutnya, kejadian waktu itu membuat warga maupun pemerintah merasa sangat terpukul.
“Padahal Surabaya dikenal kota yang aman dan tentram. Apalagi menurut survei tingkat kepuasannya masyarakat cukup tinggi. Itu yang membuat kami traumatik warga maupun pemerintah,” ungkapnya.
Baca Juga: SWCF 2024 Jadi Ajang Kenalkan Seni dan Budaya Surabaya ke Kancah Internasional
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya menjelaskan pihaknya langsung berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Surabaya, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) serta tokoh agama untuk sama-sama menyelesaikan persoalan dengan penanganan cepat dan tepat. Bahkan ia juga mengundang psikolog dan psikeater untuk melakukan trauma healing kepada anak-anak korban.
“Kita juga melakukan hal yang sama pada anak para pelaku yang masih hidup,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, khusus untuk anak para pelaku pengeboman mereka juga didampingi oleh psikolog dari universitas islam. Hal itu penting dilakukan selain untuk menghilangkan rasa traumanya mereka juga dapat dideradikalisasi. “Selain di-healing traumanya, juga dideradikalisasi sudut pandangnya. Makanya kami libatkan,” tegas dia.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Raih UHC Award 2024, Anggarkan Rp500 Miliar per Tahun untuk Warga Berobat Gratis
Menariknya, saat paparan terlihat foto Ibu Pemantau Jentik (Bumantik) ikut dalam upaya penanganan kasus terorisme. Hal tersebut mengundang rasa penasaran dari audience, moderator bahkan narasumber pun ikut menyampaikan pertanyaan. Para penanya itu ingin tahu sejauh apa peran Bumantik dalam menangani kasus teroris.
“Sebenarnya ide saya yang ingin menggerakkan seluruh sumber daya yang ada untuk turun langsung. Apalagi jumlahnya sangat banyak yakni 22 ribu. Selain itu Bumantik adalah orang yang punya hubungan baik dengan warga yang bisa masuk-masuk ke rumah,” paparnya.
Oleh karena itu, pada saat bertugas, Risma juga meminta tim Bumantik melakukan pemantauan apabila di rumah warga ditemukan hal-hal yang mencurigakan atau atribut yang tidak biasanya. “Nah itu saya memanfaatkan. Jika menemukan hal yang mencurigakan saya minta langsung menghubungi kami,” ungkap dia di sembari tersenyum.
Baca Juga: Anak Anggota DPRD Surabaya Jadi Korban Jambret di Galaxy Mall
Mendengar hal itu, para audience terkagum-kagum melihat pendekatan inovatif yang digunakan Risma dalam mengatasi persoalan teroris. Bahkan terkait kerja sama dengan IDI, Persi, maupun para tokoh masyarakat, para pembicara yang lain menilai Pemkot Surabaya tampak begitu mudah melakukan koordinasi dibandingkan dengan kota-kota mereka.
“Kami lakukan pendekatan personal dimana sering kami libatkan dalam kegiatan pemkot sehingga mereka punya hubungan yang baik dengan pemkot,” pungkasnya. (ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News