SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI dinilai tidak tegas memberi rekomendasi kepada pemerintah yang hanya bersifat penyederhanaan prosedur impor bawang putih. Akibatnya, terjadi diskriminasi dalam pemberian kuota impor dan tidak tepat waktu dalam penerbitan izin oleh pemerintah.
Hal tersebut disampaikan oleh Umar Anshori, Sekretaris Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang Pangan (FKP3). Umar menilai, KPPU lambat mengatasi polemik bawang putih.
Baca Juga: Kapolsek Pare Mendalang di Hadapan Murid TK dengan Tema Ramadhan
"Wajar bila importasi bawang putih terus menjadi polemik. Kami berharap ketegasan dari KPPU RI," tutur Umar Anshori lewat keterangan tertulisnya, Kamis (3/12/2020).
Umar mengungkapkan, pihaknya pada tanggal 14 Juni 2019 dan tanggal 18 Oktober 2020 telah melaporkan dugaan persekongkolan antara Pelaku Usaha dengan Pemerintah dan/atau dengan Pengusaha lainnya ke KPPU. Jadi tidak benar kalau KPPU bilang tidak ada laporan atas persekongkolan importasi bawang putih ini.
"Kalau misal laporan kami tidak cukup bukti, kami minta kepada KPPU menyampaikan secara resmi kepada kami, sehingga bisa kami lengkapi," tandas pria asal Surabaya ini.
Baca Juga: Tak Perlu Obat Nyamuk Mahal, Modal Bawang Putih Ampuh Bikin Nyamuk Minggat! Ini Caranya
Polemik importasi bawang putih, lanjut Umar, tentu sangat merugikan konsumen karena harga tidak stabil di pasaran. Bahkan bisa menyebabkan terjadi spekulan pada harga bawang putih.
"Harga bawang putih diprediksi tahun 2021 sekitar Rp 22.000 per kg jenis sico sedangkan katting Rp 26.000 per kg itu harga importir kalau konsumen mencapai Rp 30.000 per kg, walaupun sebelumnya pada bulan April sampai Juni 2020 harga bawang putih hanya Rp 8.000 per kg jenis sico sedangkan katting Rp 12.000," jelasnya.
Menurut Umar, bawang putih susah ditanam di Indonesia, jadi tak perlu dipaksakan tanam bawang putih. Apalagi, hasil panen di petani tahun ini banyak yang tidak terserap, sedangkan bawang putih tersebut 95 persen impor, telah diakui oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Karena itu tidak mungkin membatasi barang yang 95 persen impor, kecuali mau mengorbankan kepentingan masyarakat dan konsumen.
Baca Juga: Gatal Digigit Nyamuk? Cukup Gunakan Bahan Dapur Alami ini, Terbukti Ampuh dan Cepat
"Uang APBN ratusan miliar yang dialokasikan untuk pengembangan bawang putih itu uang rakyat, mesti dipertanggungjawabkan. Jadi sudah seharusnya program tanam bawang putih dievaluasi keberhasilannya dan manfaatnya untuk masyarakat," tegasnya.
Umar mengatakan, jika pemerintah berhasil mengembangkan bawang putih, sebaiknya dikembangkan sendiri bekerja sama dengan petani, kecuali pemerintah mau mencari kambing hitam ketika tahun 2021 swasembada bawang putih gagal.
"Kami kasihan pada masyarakat, uang APBN ratusan miliar untuk pengembangan bawang putih hasilnya tidak jelas, ditambah biaya wajib tanam swasta yang kenyataannya juga dipungut dari masyarakat konsumen dengan dibebankan ke harga modal importir, jelas ini semua beban masyarakat atau konsumen," tutupnya.
Baca Juga: Pantauan KPPU Jelang Ramadhan 2023, Harga Cabai di Jawa Timur Meroket
Sebelumnya, kepada media, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengklaim salah satu yang menjadi fokus pengawasannya secara khusus adalah bawang putih. Selain itu, pihaknya pun mengaku telah memberikan sanksi kepada para pelaku usaha bawang putih. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir harga bawang putih selalu menjadi masalah karena harganya yang terlalu mahal. (mdr/zar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News