Jumlah Meningkat Tajam, Menko PMK Soroti Upaya ​Penanganan Limbah Medis di Daerah

Jumlah Meningkat Tajam, Menko PMK Soroti Upaya ​Penanganan Limbah Medis di Daerah Menko PMK Muhadjir Effendy (tengah) ketika mengunjungi pabrik pengolahan limbah B3 di Lakardowo, Kabupaten Mojokerto. (foto: YUDI EP/ BANGSAONLINE)

Muhadjir mengungkapkan, secara umum kondisi pengelolaan limbah medis di Indonesia masih menghadapi tantangan. Mulai dari aspek regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antarlembaga, SDM, sarana prasarana, perizinan, peran swasta, dan pembiayaan.

BACA JUGA Menko PMK Sebut Jumlah Pendonor Plasma Konvalesen Meningkat 4 Kali Lipat

Dia menyebut, kapasitas pengolahan limbah medis belum memadai baik dari segi jumlah maupun sebaran yang tidak merata. Jumlah fasyankes yang mempunyai fasilitas pengolah limbah berizin atau insenerator saat ini baru berjumlah 120 RS (rumah sakit) dari 2.880 RS dan hanya 5 RS yang memiliki autoclave.

Padahal, seharusnya semua provinsi mempunyai alat pengolah limbah medis di daerahnya. Sehingga demikian, penanganan limbah medis dapat diselesaikan di setiap daerah dengan konsep pengelolaan limbah medis berbasis wilayah sesuai amanat Permenkes No. 18/2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasyankes Berbasis Wilayah.

Adapun untuk Provinsi Jawa Timur, data tahun 2020 menyebutkan, dari total limbah medis yang dihasilkan sebanyak 34.891,940 kg, kapasitas pengolahan di fasyankes hanya 6.864 kg.

Di samping itu, masalah pengangkutan menghadapi tantangan karena jasa pengangkutan yang ada hanya sebanyak 165 jasa pengangkutan berizin. Kondisi tersebut, menyebabkan pengangkutan belum dapat menjangkau semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya fasyankes di daerah Indonesia Timur dan daerah terpencil, kepulauan.

VIDEO TERKAIT

Kondisi demikian diperparah dengan timbulan limbah medis yang ditaksir meningkat akibat penggunaan APD selama pandemi Covid-19. Bukan hanya itu, belum banyak juga rumah sakit yang memiliki pengolahan limbah on site, potensi risiko infeksi petugas pengelola limbah medis dan daur ulang ilegal, biaya pengolahan limbah medis yang meningkat, serta belum meratanya informasi teknologi penanganan limbah Covid-19 yang tepat di masyarakat dan tenaga kesehatan di daerah terpencil.

"Kondisi fasilitas pengolahan yang terbatas inilah yang menyebabkan pengelolaan limbah di daerah khususnya luar Pulau Jawa mengalami kendala dan harus segera kita benahi," pungkasnya. (yep/zar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO