MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim punya banyak kenangan saat masih muda. Selain hidup susah karena abahnya, KH Abdul Chalim, wafat, sehingga ia harus keluar dari sekolah, juga pernah dikerjai gurunya.
“Saya dikasih nilai 2 untuk pelajaran fisika,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE.com di sela-sela menerima banyak tamu dan Pelantikan Pengurus Anak Cabang (PAC) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) se-Kabupaten Bangkalan dan Sampang di Masjid Kampus KH Abdul Chalim (IKHAC) Pacet Mojokerto, Minggu (28/2021) sore.
Baca Juga: Ribuan Warga Padati Mubarok Bersholawat, Paslon 2 Optimis Menang di Ngoro, Mojokerto
Loh kenapa? Ternyata sang guru kesal. Tersinggung. Guru SMP Negeri Sidoarjo itu salah saat menjawab pertanyaan muridnya yang bernama Asep.
Apa pertanyaan Asep muda sehingga gurunya tak bisa menjawab. “Kalau benda dimasukkan ke dalam air, kan ada tekanan udara sebesar benda yang kita masukkan. Misalnya kita memasukkan batu ke dalam air, maka akan ada tekanan udara sebesar batu itu,” kata Kiai Asep memulai kisahnya sembari menyebutkan bahwa gurunya perempuan.
“Saya tanya (kepada bu guru), berat mana air yang batunya dimasukkan ke dalam air dengan air yang batunya tidak dimasukkan ke dalam air (batunya ditaruh di luar air),” kata Kiai Asep.
Baca Juga: Mubarok Gembleng 6.472 Calon Saksi untuk Gus Barra-Rizal dan Khofifah-Emil di Mojokerto
“Guru saya menjawab lebih berat air yang dimasuki benda itu,” kata Kiai Asep.
Spontan siswa bernama Asep itu menyanggah. Salah. “Saya timbang kok sama,” kata Asep muda yang dikenal punya otak cerdas.
Sang guru pun malu. Tersinggung. Tampaknya bu guru itu tak mau dikritik terbuka di depan murid-murid yang lain. Karena itu, bu guru itu lalu memberi nilai kecil kepada Asep. “Saya dikasih nilai 2 untuk pelajaran fisika,” kata Kiai Asep yang saat pengukuhan guru besarnya dihadiri Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Doa Bersama Kapolri dan Panglima TNI, Kiai Asep Duduk Satu Meja dengan Kapolda dan Pangdam V Jatim
Tak hanya itu. Bu Guru itu kemudian berusaha mengeluarkan Asep dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alama (IPA).
“Saya dipindah ke IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial-Red),” kata Kiai Asep sembari tertawa. Tapi Asep tak mau. Ia ngotot tetap di jurusan IPA. “Akhirnya saya dikembalikan ke IPA,” kata Kiai Asep disambut tawa orang-orang yang lagi santai di ruang tamu Guest House IKHAC, tak jauh dari Masjid Kampus KH Abdul Chalim.
Sejak kecil Kiai Asep memang dikenal pintar dan cerdas. Putra salah satu kiai pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Chalim itu banyak menguasai mata pelajaran ilmu eksakta, terutama matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA). Karena itu, saat sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sidoarjo memilih jurusan IPA.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Selain pintar, Asep muda dikenal gigih. Ia tidak hanya sekolah di SMP dan SMA, tapi juga rajin belajar agama. Ia tinggal di Pondok Pesantren di Sidoarjo. Karena itu ia tumbuh menjadi ulama besar dan terkenal. Bahkan Kiai Asep yang kemudian sukses mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto itu dikenal sebagai kiai miliarder tapi dermawan. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News