KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kediri secepatnya akan menurunkan tim khusus untuk mengecek langsung dugaan adanya pencemaran udara/lingkungan yang berasal dari hasil buangan limbah PT KTS di Desa Wonosari, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.
Plt Kepala DLH Kabupaten Kediri Putut Agung Subekti menjelaskan bahwa adanya dugaan pencemaran udara akibat sisa buangan limbah dari pabrik pupuk organik tersebut akan menjadi perhatian pihaknya.
Baca Juga: Uniska Jalin Kerja Sama dengan Bank Indonesia Melalui Program Beasiswa
"Hari Senin (5/1) lusa, kami akan mengirimkan tim ke lapangan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apakah benar pabrik itu tidak dilengkapi izin HO dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), akan diketahui setelah timnya bekerja di lapangan," kata Putut Agung Subekti melalui sambungan telepon, Kamis (1/4).
Seperti diketahui, untuk setiap perizinan lingkungan hidup yang ada, harus berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan izin Lingkungan.
"Dalam mendapatkan izin lingkungan, yang paling penting itu melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan Amdal yang terdampak langsung/dekat, dengan mengundang atau menghadiri acara sosialisasi dan/atau konsultasi publik pada proses pembuatannya," terangnya.
Baca Juga: Bagikan PTSL di Dua Desa, Pjs Bupati Kediri Imbau Warga Jaga Bidang Tanah Masing-Masing
Putut Agung mencontohkan pada Permen LH No. 17 tahun 2012, bahwa masyarakat yang terkena dampak dapat memilih dan menetapkan sendiri wakilnya duduk sebagai anggota Komisi Penilai Amdal yang dilibatkan dalam proses penilaian dokumen Andal dan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidupdan - Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) melalui rapat Komisi Penilai Amdal.
Adapun penerapan sanksi terhadap pelanggar lingkungan hidup dapat dilakukan melalui 3 jalur, yakni pidana penjara dan denda, jalur perdata, serta jalur adminstrasi. "Untuk sanksi pidana bersifat kumulatif bukan alternatif. Jadi, sanksinya diterapkan keduanya, yaitu sanksi pidana penjara dan pidana denda, bukan salah satu di antaranya. Pemberatan sanksi dapat dikenakan bagi pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yaitu diperberat 1/3," urainya.
Menurut Putut, polusi udara tersebut bisa dikatakan sebagai suatu tindak pidana pencemaran lingkungan dengan melakukan pemberian sanksi pidana atau hukuman sesuai dengan akibat yang ditimbulkan kepada pelaku yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Baca Juga: Pemkab Kediri Raih Penghargaan Terbaik Keterbukaan Informasi Publik
Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pencemaran udara dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Pelaku pencemaran udara dapat diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000 dan paling banyak Rp 10.000.000.000," pungkasnya. (uji/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News