
SURABAYA (BangsaOnline) - Indonesia memiliki sumber daya air yang berlimpah, namun hingga saat ini banyak lapisan masyarakat menganggap bahwa kekayaan sumber daya air belum bisa dikelola dengan baik. Hal tersebut dimungkinkan karena belum adanya perencanaan terpadu pengelolaan sungai berbasis wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai).
Salah satu dugaan penyebabnya antara lain, kurangnya partisipasi masyarakat dan penegakan hukum, sehingga hal tersebut menimbulkan permasalahan yang akan berakibat adanya pencemaran air, kekeringan, meningkatnya kerusakan akibat bencana konversi hutan yang meningkat pesat dan kerusakan bantaran sungai. Tidak hanya itu, kenaekaragaman hayati akan punah dan penambangan yang tidak terkendali.
Paparan tersebut dikupas secara rinci dalam acara seminar kerja bareng antara PDAM Surya Sembada Surabaya dengan Ecoton dan IndowaterCop (Community of Practice) di aula Tirta Graha kantor PDAM Surya Sembada Surabaya lantai 5 Jum'at (13/3).
Seminar yang mengambil tema Implikasi pencabutan UU nomor 7 tahun 2004 dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan pengelolaan DAS tersebut, menghadirkan 5 narasumber termasuk direktur utama PDAM Surya Sembada Surabaya Ashari. Seminar ini dihadiri lebih dari 100 orang yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam sambutannya Ashari mengharapkan bahwa seminar tersebut akan mampu menghasilkan rumusan berdasarkan pemikiran yang benar-benar jernih, bersih dan mampu menampung aspirasi sesuai filosofi tentang manfaat air yang terkatub dalam UUD 45 pasal 33, dimana air merupakan kebutuhan vital manusia yang tidak bisa tergantikan.
Dengan dicabutnya UU nomor 7 tahun 2004 ini, maka otomatis UU nomor 11 tahun 1974 akan diberlakukan kembali sembari menunggu UU yang baru dibuat.
"Dengan adanya seminar ini, saya berharap para pakar akan mampu menciptakan draf-draf skenario perumusan pengelolaan DAS agar masyarakat mampu mengambil manfaatnya," terang Ashari.
Ashari menambahkan, meski mungkin UU nomor 11 tahun 1974 sudah tidak relevan lagi jika diterapkan saat ini, namun untuk mengisi kekosongan tersebut, UU ini masih memiliki nuansa UUD 45 pasal 33.
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal ini masih bisa mengangkat hakikat dan filosofi air sebagai kebutuhan dasar manusia," sambung Ashari.
Ashari menegaskan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pasca putusan MK nomor 85/PUU-XI/2013 terhadap pengelolaan air, yaitu bagaimana pelayanan terhadap pengairan harus terus ditingkatkan.
"Perlunya kepastian hukum untuk investasi. Pemerintah sebagai regulator pengairan agar terbangun persepsi dan interpretasi hukum yang sama antara pemerintah, pengelola, pengguna air dan publik," pungkasnya.