PASURUAN, BANGSAONLINE.com - KH. Fahmi Amrulloh, salah satu cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari selaku pendiri Jam'iyah Nahdlatul Ulama, angkat bicara menyikapi dinamika menjelang Muktamar NU ke-34 di Lampung. Pasalnya, ada beberapa pihak yang sengaja memunculkan duet Rais Am dan Ketua Umum, sebelum muktamar.
"Ini muktamar apa pilpres ya, kok ada istilah dukung mendukung?," cetus Gus Fahmi, sapaan akrab Ketua Umum Barisan Gus dan Santri itu kepada HARIAN BANGSA saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (13/10).
Baca Juga: Grand Launching Majelis Istighotsah Ikapete, Gus Fahmi Ajak Lestarikan Peninggalan Mbah Hasyim
Ia menyayangkan munculnya paket duet calon Rais Am dan Ketua Umum PBNU, karena secara hal otomatis itu akan menimbulkan rasa suka dan tidak suka. Menurut Gus Fahmi, kandidat seharusnya baru dimunculkan pada saat muktamar, bukan jauh hari menjelang muktamar.
"Kalau jauh hari ada istilah duet antara Rais Am dan Ketum dimunculkan, jelas itu menibulkan perpecahan di kalangan warga nahdliyin, karena dengan munculnya duet itu akan ada rasa suka dan tidak suka," jelasnya.
Gus Fahmi juga menyoroti munculnya jargon "Saatnya yang muda memimpin NU". Ia mengatakan, di NU tidak ada istilah tua atau muda untuk memimpin, tetapi keikhlasan mengabdi kepada ulama dan kesiapannya membimbing dan melayani umat.
Baca Juga: Ngaku Pelayan, Gus Fahmi Nangis saat Launching Majelis Istighatsah dan Ngaji Kitab At Tibyan
"Apa bedanya yang tua dengan yang muda untuk memimpin NU? Toh yang dilihat itu bukan hanya kepiawaiannya saja, tapi keikhlasannya," katanya.
Ia lalu menceritakan kisah dua Ulama Khos NU yakni KH As'ad Syamsul Arifin (Situbondo) dan KH Mahrus Aly (Lirboyo, Kediri).
"Saat Kiai As'ad ditawari menjadi Rais Am PBNU oleh kiai-kiai pada waktu itu, beliau menolak keras bahkan mengatakan 'Jangankan kalian, andaipun Malaikat Jibril turun menyuruh saya jadi Rais Am, saya tolak'," jelas Gus Fahmi mengutip kata-kata Kiai As'ad.
Baca Juga: Tegaskan Tetap Banom NU, Pengurus Cabang Jatman Tuban Dukung Penuh Kongres XIII Pusat di Boyolali
Kemudian Kiai As'ad mengarahkan kiai-kiai tersebut sowan sembari menawarkan jabatan tersebut kepada KH Mahrus Aly. Sontak Kiai Mahrus juga menolak tawaran tersebut dengan menyatakan "Jangankan kalian, Malaikat Izro'il pun menyuruh saya menjabat Rais Am, pasti saya tolak," jelas Kiai Mahrus ditirukan Gus Fahmi.
Jadi menurut Gus Fahmi, tradisi ulama-ulama terdahulu, khususnya ulama para pendiri NU, tidak memperebutkan jabatan pimpinan PBNU, apalagi dideklarasikan seperti para tokoh politik praktis.
Maka dari itu, Gus Fahmi berharap kesucian organisasi NU tetap dijaga agar tidak sampai ditumpangi oleh kepentingan golongan atau kelompok, apalagi ditarik ke ranah politik praktis.
Baca Juga: Berperan Besar Bangun Bangsa, Khofifah Dinobatkan Sebagai Tokoh Inspiratif oleh Fatayat NU Jatim
"Ayolah NU itu dijaga, jangan disamakan dengan pilpres, pemilu, dan politik praktis lainnya. Bukan tempatnya kalau NU dibuat ajang demikian, menentukan siapa yang bakal diusung menjadi pimpinan NU itu di muktamar, bukan sekarang," pungkas Gus Fahmi yang juga Pengasuh Ponpes Tebuireng Putri itu.(afa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News