SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Penangkapan anggota Majelis Ulama Inodnesia (MUI), terduga teroris Ahmad Zain An-Najah, oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, harus menjadi evaluasi kritis bagi kepemimpin MUI Pusat. Peristiwa ini selain menunjukkan lemahnya kepemimpinan MUI Pusat juga tidak peka terhadap latar belakang anggota dan pengurus MUI sendiri.
“Ini berarti kepemimpinan MUI Pusat sangat lemah. Tidak peka dan ini sangat bahaya. Ironisnya, peristiwa penangkapan itu terjadi saat MUI Pusat dipimpin kiai NU. Ini ada apa. Padahal selama ini NU paling depan membela Pancasila dan NKRI. Ingat, NU ormas keagamaan pertama dan menjadi pelopor penerimaan asas Pancasila dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984,” kata KH Muchlis Muhsin, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Modung, Bangkalan, Madura, kepada BANGSAONLINE.com, Senin (22/11/2021).
Baca Juga: MUI Sampang Dukung Polisi Kawal Pilkada Damai dan Kondusif
Apalagi, kata Kiai Muchlis, sempat muncul manuver agar MUI dibubarkan. “Ini kan sudah terlalu jauh,” kata kiai kandidat doktor di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu.
Kiai Muchlis Muhsin juga mengajak para kiai NU untuk mengingat kembali peristiwa tarik-menarik penerimaan asas Pancasila di Muktamar NU ke-27 di Situbondo. “Saat itu kan banyak kecaman pada NU. Terutama dari tokoh-tokoh Islam atau ulama luar NU. Bahkan ada juga segelintir kiai NU yang sampai mufaroqoh. Siapa kiai itu kan saya yakin masih ada dokumentasinya. Kan koran-koran sempat muat,” kata Kiai Muchlis Muhsin.
Baca Juga: Selain Tinjau Gedung UPT RPH, Pj Wali Kota Kediri Serahkan Sertifikat Halal dan NKV RPH-R
(KH Muchlis Muhsin. Foto: bangsaonline.com)
Untungnya, kata Kiai Muchlis Muhsin, Kiai As’ad Syamsul Arifin, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan KH Ahmad Shidiq serta kiai-kiai NU lain bisa menjelaskan dengan baik kepada rakyat Indonesia, terutama umat Islam dan khususnya warga NU. Sehingga proses penerimaan Pancasila berjalan lancar dan tak lagi jadi polemik berkepanjangan.
“Meski NU pelopor penerima asas Pancasila, tapi dalam sejarah Indonesia, NU tetap obyektif dan kritis untuk melindungi rakyat, termasuk civil society. Bahkan Gus Dur kemudian menjadi pengontrol terdepan bagi pemerintahan Orde Baru, terutama Pak Harto,” kata Kiai Muchlis Muhsin.
Baca Juga: Gus Nasrul: Banyak Sarjana Muslim yang Belum Paham Salat
Karena itu Kiai Muchlis Muhsin menyarankan agar Kiai Miftahul Akhyar lebih fokus dalam memimpin MUI. Menurut dia, tugas itu sangat mulia, jika bisa memimpin MUI dengan baik. Bahkan, kata Kiai Muchlis Muhsin, jika Kiai Miftahul Akhyar bisa sukses memimpin MUI, terutama membersihkan anasir-anasir radikalisme dan terorisme, akan dicatat oleh sejarah sebagai ulama pengabdi bagi umat Islam sekaligus Bangsa Indonesia.
Konsekuensinya, kata Kiai Muchlis Muhsin, Kiai Mif tak perlu rangkap jabatan mencalonkan sebagai Rais Syuriah PBNU. Kiai Mif adalah panggilan akrab Kiai Miftahul Akhyar.
“Dengan rendah hati, penuh tawaddlu, kami mohon Kiai Mif tak perlu nyalon Rais Aam Syuriah PBNU. Karena untuk memimpin MUI saja sudah berat. Apalagi masih ditambahi beban Rais Aam,” kata Kiai Muchlis Muhsin.
Baca Juga: Sinergitas Pendidikan Non-Formal, MUI Kabupaten Pasuruan Gelar Lokakarya
(KH Miftahul Akhyar: Foto: NU online)
Menurut Kiai Muchlis, jabatan Rais Aam harus diberikan kepada kiai alim allamah, kharismatik dan punya pondok pesantren besar. “Ya minimal – sekali lagi minimal - memiliki 3.000 santri agar Rais Am punya wibawa. Syukur alhamdulillah, jika nanti Rais Am Syuriah PBNU yang terpilih punya puluhan ribu santri. Kalau santrinya masih di bawah 300 orang kan kurang pas. Ini menyangkut muru’ah juga,” katanya.
Baca Juga: Judi Online Jadi Bahasan Ormas Islam di Kabupaten Pasuruan
Kiai Miuchlis berharap posisi Rais Am dikembalikan kepada NU awal. “Ya, ulama zuhud, tak ambisi jabatan, dan tak rangkap jabatan. NU itu organisasi keagamaan terbesar, punya puluhan bahkan ratusan juta anggota. Jadi jangan dipimpin secara sambilan dengan jabatan sana-sini. Tapi harus fokus dan benar-benar berkhidmah, tidak pamrih, dan benar-benar mewarisi sikap teguh memegang prinsip Aswaja, berkarakter dan akhlaq Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari, ” tegasnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News