SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A., menolak Rencana Undang-Undang (RUU) menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada sembako, pendidikan, dan kesehatan.
“Rakyat kecil sudah susah akibat Covid-19. Jangan ditambah lagi. Ini menyakit hati rakyat kecil,” kata Kiai Asep Saifuddin Chalim kepada BANGSAONLINE.com, Senin (14/7/2021).
Pengasuh Pondok Pesatren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu).itu mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar peka terhadap perasaan rakyat. Terutama rakyat kecil. Sebab rakyat kecil untuk dimakan sehari-hari saja susah, apalagi masih dikenakan pajak sembako.
Menurut Kiai Asep, jika Menteri Sri Mulyani mau memaksakan pajak sembako, maka harus ditujukan kepada masyarakat kelas atas. “Fokuskan saja kepada masyarakat kelas atas. Kalau ditujukan kepada semua golongan masyarakat, hal itu akan sangat menyakiti hati rakyat yang sudah susah. Apalagi selama Covid-19 mereka sudah sangat susah,” kata Kiai Asep.
Kiai Asep lagi-lagi mengingatkan agar pemerintah hati-hati dan selektif. Menurut dia, pajak sembako harus jelas sasarannya. “Kalau untuk Indomaret dan Alfamart gak apa-apa. Tapi kalau pasar tradisional akan makin menyusahkan rakyat,” tegas putra KH Abdul Chalim, salah seorang ulama pendiri NU asal Lewimunding Jawa Barat itu.
Kiai Asep mengakui, kebijakan model ini memang akan menguntungkan pasar tradisional. Masyarakat pembeli pasti berlomba-lomba beralih ke pasar tradisional. Tapi, menurut Kiai Asep, justru bagus.
“Gak apa-apa agar terjadi keseimbangan sehingga menghidupkan dan memperkuat ekonomi kelompok kelas menengah ke bawah. Ini justru bagus,” kata Kiai Asep. Sebab, selama ini, mereka terdesak para konglomerat yang mendirikan pusat-pusat ekonomi modern di berbagai tempat seperti Alfamart dan Indomart.
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, puluhan ulama, kiai, habaib, dan para pimpinan organisasi keagamaan berkumpul di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Jalan Siwalankerto Utara, Surabaya, Sabtu (12/7/2021) malam. Pertemuan itu diinisiasi sekaligus dibiayai Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A.
Para kiai dan habaib itu antara lain Prof. Dr. Ridwan Nasir (Ketua Yayasan Khadijah dan mantan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya), KH. Jamaluddin (Ketua PCNU Probolinggo), KH. Muhammad Roziqi (Ketua Baznas dan DMI Jatim), KH. Ahmad Sofwan LC (Ketua Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Haji dan Umrah (KBIHU) Jawa Timur), Sururi (Ketua Pergunu Jatim), Habib Salim Quraisy (Probolinggo), KH. Abdusshomad Buchori (mantan ketua MUI Jatim), Gus Zuhri (Ketua Komisi Fatwa MUI Mojokerto), Gus Atok (pengasuh pesantren di Gresik) dan banyak lagi kiai dan pemimpin ormas yang lain.
Mereka melakukan salat malam dan istighatsah untuk mendoakan keselamatan bangsa Indonesia terutama Jawa Timur. Namun secara khusus mendoakan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Para kiai ini secara bergantian memimpin doa yang dipanggil satu per satu ke depan oleh Kiai Asep Sifuddin Chalim dengan diamini secara bersama-sama.
Loh untuk apa? “Agar Ibu Sri Mulyani bijak,” kata Kiai Asep saat menyampaikan sambutan di depan para kiai. Ini terkait Rencana Undang-Undang (RUU) yang akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang kini heboh setelah dokumennya bocor ke publik. RUU itu berisi rencana pengenaan pajak pada sembako, lembaga pendidikan, dan kesehatan.
Menurut dia, RUU itu sangat memberatkan masyarakat kecil. Karena itu ia berharap Sri Mulyani berpikir arif dan punya empati terhadap masyarakat Indonesia yang secara ekonomi masih jauh dari layak.
Menurut Kiai Asep, jika tak hati-hati, kebijakan ini akan merusak reputasi pemerintah terutama nama baik Presiden Joko Widodo. “Kalau tidak hati-hati, bangsa Indonesia bisa hancur,” kata Kiai Asep yang dikenal sebagai kiai miliarder tapi dermawan.
Begitu juga pajak pendidikan. Menurut Kiai Asep, harus ditujukan kepada lembaga pendidikan yang sudah kuat secara ekonomi. Ia mencontohkan lembaga pendidikan yang besar yang menarik uang pangkal ratusan juta. “Gak apa-apa kalau lembaga pendidikan yang menarik uang pangkal Rp 200 juta,” katanya.
Tapi kalau lembaga pendidikan belum maju harus mendapat pengecualian. Ia memberi contoh salah satu pendidikan yang dikelolanya secara gratis di Mojokerto. Yaitu Hikmatul Amanah. “Muridnya sekitar 1.000 orang. Tiap bulan saya torok sekitar Rp 200 juta. Apanya yang mau dipajaki,” katanya.
Menurut Kiai Asep, Hikmatul Amanah yang terletak di sebelah Kampus KH. Abdul Chalim Pacet Mojokerto itu semuanya gratis. “Full day school. Dapat makan, antar jemput gratis, dan SPP gratis,” kata kiai yang dikenal sukses mengelola berbagai lembaga pendidikan dan pesantren itu.
Karena itu – sekalagi lagi – ia mengingatkan Sri Mulyani agar hati-hati dan bijak. Kiai Asep lalu menyitir kaidah agama yang sering dikutip Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Yaitu tasharraful imam ‘alarra’iyah manutun bil mashlahah. “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat,” kata Kiai Asep. (mma)