MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Prostitusi ilegal berkedok warung remang-remang di Desa Awang-Awang, Kecamatan Mojosari, jadi perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), TNI-Polri, dan Komisi Penanggulangan HIV AIDS merumuskan penyelesaian wilayah yang konon sudah berjalan sejak 38 tahun silam.
"Tujuan rapat ini adalah mendengarkan informasi dari berbagai pihak-pihak terkait, agar dapat berkolaborasi dan bersinergi dengan tujuan akhir Desa Awang-Awang tidak lagi digunakan sebagai tempat prostitusi dan menjadikan Kabupaten Mojokerto bebas prostitusi," kata Asisten Daerah (Asda) I Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Mojokerto, Didik Chusnul Yakin, Kamis (27/1) .
Baca Juga: Ratusan ASN Kabupaten Mojokerto Ikuti Senam Massal Peringatan HUT Korpri ke-53
Menurut dia, perlu dilakukan tindakan awal berupa tindakan persuasif untuk membebaskan Desa Awang-Awang dari kegiatan prostitusi. "Saya yakin kita mampu dan bisa, menyusun langkah, jika secara persuasif dan pembinaan tidak bisa dilakukan maka lakukan tindakan keras," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, Eddy Taufik, mengatakan bahwa sudah banyak upaya dan tahapan-tahapan yang telah dilakukan, antara lain melakukan sosialisasi, patroli setiap hari hingga melakukan penyegelan tempat yang digunakan untuk kegiatan prostitusi.
"Kami setiap hari lakukan patroli tegas di daerah Awang-Awang, namun ketika kami melakukan patroli tidak menemukan apa-apa atau tidak ada kejadian prostitusi berlangsung saat dilakukannya patroli. Sehingga yang ada kucing-kucingan, kami juga telah memasang berbagai banner sosialisasi tentang perbuatan prostitusi, hingga lakukan penyegelan tempat, namun tetap saya tegaskan bahwa tidak ada tindakan anarkis dari pihak manapun," urai Eddy.
Baca Juga: Diikuti Ratusan Peserta, Pemkab Mojokerto Gelar MTQ II
Hal lain juga disampaikan Kepala Desa Awang-Awang. Ia menuturkan, praktik prostitusi di wilayahnya sudah berjalan puluhan tahun serta dinilai sangat memprihatinkan dan tentu saja meresahkan masyarakat yang ada di sekitar.
"Tahun 2017 kami sering mengadakan imbauan terkait izin sewa menyewa, dan memanggil para pemilik bangunan untuk diberikan sosialisasi terkait tindakan asusila. Namun tidak ada satupun pemilik yang hadir. Kemudian kita juga lakukan jaga linmas 3 shift, hingga dirikan pos kamling di setiap sudut, namun ketika di atas jam 1-2 malam tempat tersebut tetap beroperasi," ujarnya. (nin/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News